Minggu, 16 April 2017

HUKUM MEMINTA JABATAN

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasihatkan kepada Abdurrahman bin Samurah radhiallahu ‘anhu:
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ، لاَ تَسْأَلُ الْإِمَارَةَ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيْتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيْتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Karena jika engkau diberi tanpa memintanya niscaya engkau akan ditolong (oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan diberi taufik kepada kebenaran). Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu niscaya akan dibebankan kepadamu (tidak akan ditolong).”
Hadits ini diriwayatkan al-Imam al-Bukhari rahimahullah dalam Shahih-nya no. 7146 dengan judul “Siapa yang Tidak Meminta Jabatan, Allah subhanahu wa ta’ala Akan Menolongnya dalam Menjalankan Tugasnya” dan no. 7147 dengan judul “Siapa yang Meminta Jabatan Akan Diserahkan Kepadanya (Dengan Tidak Mendapat Pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala dalam Menunaikan Tugasnya).”
Diriwayatkan pula oleh al-Imam Muslim  rahimahullah dalam Shahih-nya no. 1652 yang diberi judul oleh al-Imam an-Nawawi rahimahullah “Bab larangan meminta jabatan dan berambisi untuk mendapatkannya.”
Masih berkaitan dengan permasalahan di atas, juga didapatkan riwayat dari Abu Dzar al-Ghifari radhiallahu ‘anhu. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku sebagai pemimpin?” Mendengar permintaanku tersebut, beliau menepuk pundakku seraya bersabda:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّكَ ضَعِيْفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيْهَا
“Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah sementara kepemimpinan itu adalah amanat. Dan nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut.” (Sahih, HR. Muslim no. 1825)
Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنِّي أَرَاكَ ضَعِيْفًا، وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي، لاَ تَأَمَّرَنَّ اثْنَينِ وَلاَ تَوَلَّيْنَ مَالَ يَتِيْمٍ
“Wahai Abu Dzar, aku memandangmu seorang yang lemahdan aku menyukai untukmu apa yang kusukai untuk diriku. Janganlah sekali-kali engkau memimpin dua orang[1] dan jangan sekali-kali engkau menguasai pengurusan harta anak yatim.” (Sahih, HR. Muslim no. 1826)
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah membawakan kedua hadits Abu Dzar radhiallahu ‘anhu di atas dalam kitab beliau Riyadhush Shalihin, bab “Larangan meminta jabatan kepemimpinan dan memilih untuk meninggalkan jabatan tersebut jika ia tidak pantas untuk memegangnya atau meninggalkan ambisi terhadap jabatan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar