Jumat, 24 Juni 2016

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

        Pajak Pertambahan Nilai

 Pengertian PPN

Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang No.42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Selanjutnya kita sebut Undang – Undang  PPN & PPnBM)   adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Daerah pabean itu sendiri merupakan wilayah teritorial Indonesia. Dengan demikian, pajak pertambahan nilai bukan hanya dikenakan atas barang saja, melainkan juga atas jasa yang sesuai dengan syarat-syarat yang terdapat dalam Undang-Undang perpajakan.

 Sifat Pemungutan PPN

Sifat pemungutan PPN menurut Untung Sukardji (2002), yaitu sebagai pajak tidak langsung, pajak objektif, multi stage levy, non-kumulatif, indirect substraction method, tarif tunggal, pajak atas konsumsi dalam negeri, PPN tipe konsumsi, dan netralitas PPN.
1.      PPN adalah Pajak Tidak Langsung
Sifat pemungutan ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli atau penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang negara (pemerintah). Jadi, pengenaan PPN itu dibebankan kepada pembeli BKP dimana perusahaan yang melaporkan PPN tersebut kepada negara.
2.      PPN adalah Pajak Obyektif
Timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak, yaitu seperti keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Jadi, PPN tidak membedakan tingkat kemampuan konsumen dalam pengenaan pajaknya.
3.    PPN Bersifat Multystage levy
“Multy stage levy” mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi BKP atau JKP. Karena didasarkan pada digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.
4.    PPN bersifat non-kumulatif
PPN yang bersifat “multi stage levy” namun bersifat non-kumulatif yaitu tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda. Berbeda ketika dahulu PPN disebut sebagai pajak penjualan yang menimbulkan pajak berganda.
5.    Penghitungan PPN terutang untuk dibayar ke kas negara menggunakan indirect substraction method. Indirect Substraction Method adalah metode penghitungan PPN yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. Jadi, yang disetor ke kas negara hanya selisihnya saja.
6.    PPN Indonesia menggunakan tarif tunggal (single rate)
PPN Indonesia menganut tarif tunggal yang dalam hukum positif yaitu Undang-Undang PPN Tahun 1984 ditetapkan sebesar 10%. Dengan Peraturan Pemerintah tarif ini dapat dinaikkan paling tinggi menjadi 15% atau diturunkan paling rendah 5%.
7.    PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri
Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Jadi, PPN tidak berlaku jika barang atau jasa dikonsumsi diluar wilayah Indonesia.
8.    PPN yang diterapkan di Indonesia adalah PPN tipe konsumsi (consumption type VAT)
Di lihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia termasuk tipe konsumsi (consumption type VAT) artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari dasar pengenaan pajak.
9.    Netralitas PPN
Dengan legal karakter PPN tersebut di atas, PPN mampu merealisasi dirinya netral dalam dunia perdagangan baik domestik maupun internasional. PPN tidak menghendaki dirinya mempengaruhi kompetisi dalam dunia bisnis. Salah satu legal karakter PPN adalah pajak atas konsumsi. Karena yang dapat di konsumsi bukan hanya barang tetapi juga jasa, maka PPN memberikan perlakuan yang sama terhadap konsumsi barang dan konsumsi jasa, yaitu kedua-duanya dikenakan PPN.

 Prinsip Pemungutan PPN

Menurut Mulyo Agung (2009) terdapat dua prinsip pemungutan PPN, yaitu Prinsip Tempat Tujuan (Destination) dan Prinsip Tempat Asal (Origin Principle) dan akan dijelaskan sebagai berikut:
1.      Prinsip Tempat Tujuan (Destination)
Pada prinsip ini, PPN di pungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi. Maksudnya, pada saat barang atau jasa sampai di tempat tujuan untuk konsumsi, maka barang atau jasa tersebut dikenakan PPN.
2.    Prinsip Tempat Asal (Origin Principle)
Pada prinsip tempat asal ini diartikan PPN di pungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Jadi, PPN dipungut bukan pada tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi, melainkan tempat barang atau jasa tersebut berasal.

 Subyek PPN

Subyek PPN menurut Mardiasmo (2009) berdasarkan Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000, yaitu:
1.      Pengusaha yang menurut Undang-Undang harus dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, yang meliputi:
a.      Pabrikan / Produsen
b.      Importir dan Investor
c.      Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importir.
d.      Agen utama dan penyalur utama dari pabrikan dan importer
e.      Pemegang hak paten dan merk dagang
2.      Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dapat berbentuk :
a.      Eksportir
b.      Pedagang yang menjual BKP kepada PKP yang biasanya merupakan jalur produksi.

  Obyek PPN

Objek PPN dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) macam, yaitu:
1.      Barang Kena Pajak (BKP);
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.
2.    Jasa Kena Pajak (JKP).
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN.
3.    Pengenaan PPN
PPN dikenakan atas:
1.      Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:
a.      Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;
b.      Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud;
c.      Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
d.      Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.      Impor BKP;
3.      Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:
a.      Jasa yang diserahkan merupakan JKP;
b.      Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
c.      Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya.
4.      Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
5.      Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
6.      Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak;
7.      Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;
8.      Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

 Pengusaha Kena Pajak (PKP)


Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan /atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar