Minggu, 19 Juni 2016

IMPLEMENTASI STRATEGI

IMPLEMENTASI STRATEGI

I. Pengantar : Formulasi Strategi vs Implementasi Strategi

Proses manajemen strategik belum dapat dikatakan selesai ketika  perusahaan memutuskan strategi apa yang akan ditempuh. Perusahaan masih harus menterjemahkan rumusan  strategi tersebut ke dalam tindakan strategik. Kita harus selalu ingat bahwa  sebaik apapun rumusan strategi,  hanya  akan menjadi   retorika belaka jika tidak dapat diimplementasikan dengan baik. Oleh karena itu, agar perusahaan dapat mencapai tujuan secara optimal, maka selain harus mampu merumuskan strategi, perusahaan juga harus mampu mengimplementasikan strategi tersebut secara efektif. Jika salah satu “langkah” tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik, maka tidak mustahil perusahaan akan memetik kegagalan. Bahkan, rumusan strategi yang sempurna sekalipun hanya akan memberikan kontribusi yang minim bagi pencapaian tujuan perusahaan jika tidak mampu diimplementasikan dengan baik.

Banyak perusahaan atau organisasi yang banyak menghamburkan sumberdayanya (uang, waktu, tenaga) untuk mengembangkan rencana strategik yang “ampuh”. Namun kita harus ingat bahwa perubahan hanya akan terjadi melalui suatu action (implementasi), bukan sekedar perencanaan. Rumusan strategi yang secara teknis kurang sempurna jika diimplementasikan dengan baik, maka akan didapat hasil yang lebih baik dibandingkan dengan  rumusan strategi yang sempurna namun hanya “ di atas kertas”. Hal ini didukung oleh sebuah hasil penelitian pada 31 industri manufaktur di mana hasilnya menunjukkan bahwa kinerja yang diperoleh perusahaan tidak  sekedar ditentukan oleh strategi yang dimiliki, namun lebih disebabkan karena efektivitas perusahaan dalam mengimplementasikan strategi tersebut.

Untuk memahami hubungan antara perumusan strategi dan implementasi strategi, mari kita perhatikan gambar berikut.


  Sumber: ThomasV.Bonoma,The Marketing Edge:Making Strategies Work,The Free Press,1985, hal 12.
Berdasarkan gambar di atas, ada berbagai kemungkinan yang terjadi antara formulasi strategi dengan implementasi strategi, yaitu :
  1. Succes : Merupakan hasil yang paling diidamkan-idamkan oleh setiap perusahaan. Situasi ini dapat terjadi jika  formulasi strategi perusahaan disusun dengan baik begitu juga dalam implementasinya. 
  2. Trouble : Merupakan situasi di mana perusahaan menyusun   formulasi strateginya dengan baik  namun implementasinya buruk.
  3. Roulette : Merupakan situasi di mana perusahaan kurang baik dalam memformulasi strateginya, namun perusahaan melakukan implementasi yang cukup baik.
  4. Failure :  kondisi ini sangat tidak dinginkan oleh perusahaan. Hal ini terjadi karena strategi perusahaan tidak diformulasikan dengan baik, demikian juga dalam implementasinya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara formulasi strategi dengan implementasi strategi.   Meskipun berhubungan, secara fundamental antara formulasi strategi dengan implementasi strategi terdapat perbedaan. Fred R. David (2005) membedakan antara formulasi strategi dan implementasi strategi sebagai berikut.


FORMULASI STRATEGI


IMPLEMENTASI STRATEGI
1. Perumusan strategi adalah
    memposisikan  kekuatan sebelum
    dilakukan tindakan
1. Implementasi strategi adalah
    mengelola  kekuatan yang “me-
    manage” semua aspek selama
    tindakan dijalankan
2. Berfokus pada efektivitas
2. Berfokus pada efisiensi
3. Lebih merupakan proses intelektual
3. Lebih merupakan proses operasional
4. Membutuhkan keahlian intuitif dan
    analisis yang tajam
4. Membutuhkan motivasi khusus dan
    keahlian kepemimpinan
5. Membutuhkan koordinasi diantara
    beberapa individu
5. Membutuhkan koordinasi diantara
    banyak individu

Dalam penggunaan konsep dan alat perumusan strategi, sebenarnya tidak ada perbedaan secara signifikan antara organisasi kecil, besar, organisasi yang orientasi laba maupun nirlaba. Namun demikian, dalam implementasi strategi, ada perbedaan secara signifikan yang didasarkan atas tipe dan ukuran organisasi. Implementasi strategi membutuhkan tindakan-tindakan seperti: perubahan struktur organisasi, alokasi sumberdaya, program kompensasi, merubah strategi harga, budaya perusahaan, membuat sistem informasi manajemen yang lebih baik, dan sebagainya.

II. Berbagai Problem dalam Implementasi Strategi

Seperti dikutip Hunger (1995) terhadap hasil survei terhadap 93 perusahaan yang masuk daftar Fortune 500 menunjukkan bahwa setengah dari perusahaan-perusahaan tersebut menemui 10 macam problem   ketika   mengimplementasikan sebuah strategi perubahan. Berikut adalah kesepuluh problem tersebut yang disusun   berdasarkan tingkat frekuensi kejadian.
  1. Implementasi berjalan lebih lambat dibanding dengan perencanaan awalnya
  2. Munculnya berbagai masalah yang tidak terduga
  3. Koordinasi dalam implementasi tersebut  tidak efektif
  4. Perusahaan   memberi perhatian yang berlebihan terhadap aktivitas persaingan dan penanganan krisis sehingga kurang memperhatikan implementasi yang harus dijalankan
  5. Kemampuan SDM yang terlibat dalam implementasi strategi kurang
  6. Pendidikan dan pelatihan SDM di tingkat bawah kurang memadai
  7. Tidak terkendalinya faktor-faktor lingkungan eksternal
  8. Kualitas kepemimpinan dan pengarahan dari para manajer departemen kurang memadai
  9. Tidak jelasnya implementasi pada tugas dan aktivitas kunci
  10. Pemantauan aktivitas oleh sistem informasi yang dimiliki perusahaan kurang memadai

III. Proses Implementasi Strategi Menurut Hunger

Menurut Hunger (1996), untuk memulai proses implementasi, pihak manajemen harus memperhatikan 3 (tiga) pertanyaan berikut.
  1. Siapa yang akan melaksanakan rencana strategis yang telah diformulasikan?
  2. Apa yang harus dilakukan?
  3. Bagaimana sumberdaya manusia yang bertanggungjawab dalam implementasi akan melaksanakan berbagai aspek yang diperlukan?
a. Siapa yang Akan Melaksanakan Implementasi?
Dibandingkan dengan pihak yang merumuskan strategi,  biasanya  pihak yang melakukan implementasi strategi  jumlahnya lebih banyak. Pada perusahaan multi industri yang besar, pelaksana strategi adalah setiap orang dalam organisasi tersebut. Para direktur fungsional (pemasaran, SDM, operasi, dan keuangan),  para direktur divisi atau  SBU (strategic business unit) akan bekerja sama dengan para karyawannya  untuk  mengimplementasi  seluruh rumusan  yang telah dibuat dalam skala besar. Sedangkan para  manajer pabrik, manajer proyek dan kepala-kepala unit akan mengimplementasi rumusan strategi tersebut secara rinci dan dalam skala yang lebih kecil. Oleh karena itu setiap  manajer operasi harus mampu mengawasi implementasi rencana strategis sampai pada tingkat lini pertama Untuk mendukung hal itu maka  karyawan  harus dilibatkan dalam berbagai proses implementasi, baik pada level korporat, unit bisnis   maupun fungsional.
Tidak sedikit orang yang mempunyai peran penting dalam implementasi strategi justru kurang banyak dilibatkan dalam pengembangan strategi. Akibatnya,  hal ini berpotensi memunculkan resistensi bagi mereka. Resistensi ini akan semakin tampak jika  perubahan misi, tujuan, strategi dan berbagai kebijakan penting perusahaan   tidak dikomunikasikan secara jelas dan  transparan kepada seluruh manajer operasional. Jika ini terjadi, bisa terjadi para manajer operasional tersebut akan berusaha    mempengaruhi manajemen puncak untuk meninggalkan  perubahan  baru yang direncanakan, dan kembali ke cara lama. Oleh karena itu, untuk menghindari kemungkinan kejadian buruk tersebut, maka perusahaan harus melibatkan manajer tingkat menengah dalam seluruh proses, baik dalam perumusan strategi maupun implementasinya.
b.Apa yang Harus Dilakukan?
Untuk  mendukung implementasi strategi yang telah dirumuskan, para manajer  divisi dan manajer wilayah fungsional harus  saling bekerja sama dengan  manajer lainnya   dalam mengembangkan program, merancang anggaran dan prosedur yang diperlukan  untuk  mewujudkan apa yang telah dirumuskan.  Hal ini berarti para manajer tersebut  harus bekerjasama untuk mencapai sinergi diantara mereka  agar  mampu memperoleh dan mempertahankan keunggulan bersaing bagi perusahaan tersebut.
Mengembangkan Program, Anggaran, dan Prosedur
Pengembangan program dibuat dengan tujuan agar strategi yang telah dibuat dapat diimplementasikan  dalam suatu “tindakan” (action-oriented). Sebagai contoh,  PT. AA  yang bergerak dalam industri garmen memutuskan untuk melakukan integrasi vertikal ke hilir sebagai  pilihan strateginya. Dalam hal ini PT.AA membeli jaringan toko pakaian jadi  milik PT. BB. Untuk menyatukan toko-toko tersebut, pihak manajemen dapat mengembangkan berbagai program pendukung, misalnya:
1.      Melakukan program restrukturisasi untuk mengalihkan toko-toko PT. BB ke dalam rantai komando pemasaran PT. AA. Dengan adanya restrukturisasi tersebut, para manajer toko   berada  dalam satu  rantai komando.  .
2.      Mengembangkan program periklanan  secara terpadu. 
3.      Mengadakan program pelatihan bagi para manajer toko yang baru dan para manajer eks PT. BB yang masuk dalam tim manajemen yang baru.
4.      Menyusun prosedur baru dalam hal pelaporan   keuangan untuk menyatukan toko-toko PT. BB  ke dalam sistem akuntansi PT. AA
5.      Mengadakan program modernisasi untuk mempersiapkan toko-toko PT. BB bergabung secara  resmi  dengan PT. AA.
Setelah menyusun semua program yang dibutuhkan, maka langkah selanjutnya adalah menyusun anggaran. Melalui anggaran, pihak manajemen dapat memperkirakan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan dalam rangka mengimplementasi strategi yang telah dipilihnya. Selain itu, hal ini juga  dapat menjadi petunjuk bagi perusahaan apakah strategi yang dipilihnya dapat diimplementasikan (sebagaimana sering terjadi,   strategi yang tampaknya ideal temyata banyak kendala, bahkan benar-benar tidak dapat diimplementasikan).
Proses perancangan dan penyusunan anggaran program, divisional maupun perusahaan, akan merupakan “trigger” bagi pihak manajemen untuk mengembangkan  standard operating procedures (SOP). SOP berisi rincian beragam kegiatan  yang diperlukan dalam menyelesaikan sebuah program perusahaan. Seperti dalam kasus akuisisi PT. AA terhadap gerai eceran PT. BB, SOP yang baru harus segera dibuat untuk berbagai hal, misalnya untuk  kepentingan promosi, pemesanan persediaan, pemilihan barang dagangan, layanan pelanggan, fasilitas belanja kredit, distribusi gudang penyimpanan, penetapan harga,  penanganan pelayanan pelanggan dan sebagainya.
Masih dalam konteks PT. AA, SOP yang disusun akan memastikan  bahwa operasional harian di seluruh toko jaringan PT. AA akan selalu tetap dan ajeg  sepanjang waktu (misalnya, kegiatan  minggu yang akan datang akan sama dengan kegiatan  minggu ini; setiap toko akan beroperasi pada standar pelayanan yang sama, dan lain-lain).  Contoh lain misalnya McDonald,  untuk memastikan bahwa semua kebijakannya telah diimplementasikan  dengan baik oleh setiap orang di semua gerainya, maka perusahaan makanan cepat saji ini  berhasil mengembangkan   berbagai prosedur operasional yang sangat rinci  dan menjadikannya  sebagai kebijakan yang harus diikuti oleh setiap anggota organisasi.
Mencapai Sinergi
Salah satu tujuan yang harus dicapai dalam implementasi strategi adalah  memperoleh sinergi di antara berbagai fungsi dan unit bisnis yang ada.    Divisi perusahaan dikatakan memperoleh sinergi apabila  ROI dari setiap divisi perusahaan tersebut lebih besar daripada ROI ketika divisi-divisi tersebut   terpisah sebagai unit bisnis yang mandiri. Proses akuisisi ataupun   penambahan lini produk sering dijadikan alasan  untuk mendapatkan keunggulan dalam  fungsional tertentu dalam suatu   perusahaan.    
Sebagaicontoh, ketika Ralston Purina mengakuisisi lini produk Union Carbide (Eveready dan Energizer),  para pimpinan Ralston berargumen bahwa dengan melakukan akuisisi, perusahaan tersebut akan memperoleh margin keuntungan yang lebih  besar  dalam lini produk baterai daripada yang dapat dilakukan oleh Union Carbide.   Perusahaan Ralston Purina menganggap bahwa proses akuisi mampu membuat harga baterai lebih murah karena adanya keunggulan dalam periklanan, promosi dan distribusi.
Igor Ansoff (1993) menyatakan bahwa ada empat jenis sinergi yang seringkali mempengaruhi keberhasilan implementasi strategi, yaitu:
1. Sinergi Pemasaran:
Sinergi ini dapat tercipta melalui kerjasama antara distribusi, wiraniaga, dan atau gudang penyimpanan. Misalnya, sebuah lini produk yang lengkap dari produk-produk yang terkait satu sama lain dapat menciptakan  sinergi yang meningkatkan produktivitas wiraniaga. Sinergi melalui program  promosi bersama dapat melipatgandakan keuntungan    dengan biaya yang relatif lebih kecil.
2. Sinergi Operasional:
Sinergi ini dapat diperoleh melalui penggunaan tenaga  kerja dan fasilitas bersama atau melalui pembelian kebutuhan operasional bersama dalam jumlah besar. Dalam hal ini berarti  ada pembagian biaya overhead  bersama .
3. Sinergi Investasi:
Sinergi investasi dapat tercipta melalui penggunaan fasilitas produksi dalam pabrik secara bersama, pembelian persediaan bahan baku secara bersama, penggunaan peralatan dan mesin-mesin pengolah secara bersama, dan sebagainya.
4. Sinergi Manajemen
Manajemen yang berkompeten merupakan sesuatu yang langka, sehingga penambahan unit bisnis baru atau produk baru dapat mempertinggi keseluruhan kinerja. Sebagai contoh, pada saat sebuah perusahaan mengakuisisi perusahaan lainnya, pihak perusahaan pengakuisisi mengetahui benar SDM yang akan menduduki posisi kunci, rasio untuk menguji kinerja.
c. Bagaimana sumberdaya manusia yang bertanggungjawab dalam implementasi          akan melaksanakan berbagai aspek yang diperlukan?
Pada pembahasan sebelumnya kita telah membahas pentingnya pengembangan program, penyusunan anggaran dan pembuatan prosedur di mana semuanya itu dimaksudkan untuk  mewujudkan apa yang telah dirumuskan. Di luar itu semua, ada hal lain yang lebih krusial yang harus dilakukan oleh pihak manajemen, diantaranya adalah bagaimana cara penataan staf, bagaimana mengarahan dan mengendalikan mereka. Dalam hal ini, pembahasan akan difokuskan pada masalah penataan dan pengarahan staf.


Penataan Staf (Staffing)

Implementasi strategi seringkali membutuhkan berbagai prioritas baru dalam pengelolaan sumberdaya manusia. Beberapa perubahan tertentu mungkin berimplikasi pada dibutuhkannya orang-orang baru dengan kompetensi baru, memperhentikan orang-orang yang kompetensinya tidak sesuai atau tidak memenuhi standar, melatih kembali karyawan yang ada dan sebagainya. Dalam pembahasan struktur organisasi kita mengenal “jargon” structure follow strategy, maka dalam penataan staf ini juga demikian, dalam arti penataan staf mengikuti strategi. Artinya, dalam merekrut manajer pun perusahaan harus menyesuaikan dengan strategi. Dengan demikian dapat dikatakan  bahwa figur manager ataupun CEO yang tepat  untuk sebuah perusahaan  adalah bergantung pada arah strategis yang diinginkan oleh perusahaan atau unit bisnis tersebut. Sebagai contoh, perusahaan yang mengambil strategi konsentrasi dengan penekanan pada integrasi vertikal ataupun horisontal, mungkin membutuhkan eksekutif puncak yang agresif dengan pengalaman luas pada industri tertentu. Sedangkan untuk strategi diversifikasi adalah sebaliknya, di mana untuk strategi ini dibutuhkan CEO dengan kemampuan analitis yang tajam, mempunyai pengetahuan yang luas tentang berbagai industri lainnya dan mampu mengelola beerbagai lini produk yang berbeda.

Pengarahan (Directing)
Implementasi juga terkait dengan pengarahan staf untuk menggunakan kompetensinya pada tingkat yang paling optimal untuk mencapai sasaran perusahaan. Tanpa adanya pengarahan, staf cenderung melakukan pekerjaan sesuai  cara pandang mereka. Mereka mungkin melakukan pekerjaan berdasarkan pengalaman masa lalu atau menekankan pekerjaan pada hal-hal yang paling mereka senangi – tanpa  memperhatikan apakah yang mereka kerjakan sudah sesuai dengan arah strategis yang baru. Pengarahan dapat berbentuk kepemimpinan dari pihak manajemen, mengkomunikasikan norma perilaku dari budaya perusahaan, atau membangun kesepakatan diantara para pegawai sendiri dalam kelompok kelompok kerja yang otonom.

Untuk mengarahkan strategi bari dengan efektif, manajemen puncak harus mendelegasikan wewenang dan tanggungjawabnya dengan tepat kepada para manajer operasionalnya. Meraka harus mampu mendorong pegawai untuk berperilaku  sesuai dengan cara-cara yang diinginkan oleh perusahaan dan mengkoordinasikan tindakan untuk menghasilkan kinerja yang optimal.

IV. Proses Implementasi Strategi Menurut Certo,dkk.

Bagaimana cara mengimplementasikan strategi dengan baik ? Untuk menjawab pertanyaan itu, Certo dan Peter memperkenalkan  suatu model mengenai  langkah-langkah utama yang seharusnya ditempuh perusahaan dalam mengimlementasikan strategi. Model tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Untuk melakukan implementasi srategi dengan baik, Cetro dan Peter   memberikan suatu model tentang tugas-tugas utama yang seharusnya dilakukan dalam proses implementasi strategi seperti tampak pada gambar berikut.

Organization Chart
Sumber :   Samuel C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management: A Focus On Process,
   McGraw-Hill, 1990, p.120.
Berdasarkan gambar di atas, maka langkah-langkah utama yang sebaiknya dilakukan perusahaan dalam mengimplementasikan strategi adalah:

1. Menganalisis Perubahan

Ketika membicarakan perubahan, ada jargon yang selalu didengungkan, yaitu:”Di dunia ini tidak ada sesuatu yang pasti kecuali perubahan itu sendiri”. Ada banyak aspek yang memicu perubahan, baik yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan  harus menganalisis perubahan yang akan terjadi  seandainya formulasi strategi yang telah disepakati bersama diimplementasikan.  Melalui analisis ini perusahaan  memperhitungkan  secara rinci seberapa besar perusahaan akan berubah, apakah secara sangat sederhana dimana tidak ada perubahan strategi yang signifikan, sampai kepada perubahan yang kompleks, misalnya merubah misi perusahaan.

Perubahan strategi dapat diklasifikasikan dalam 5 level perubahan, di mana semakin besar   perubahan maka akan semakin kompleks usaha untuk mengimplementasi.  Adapun 5 level perubahan tersebut adalah sebagai berikut.

a.      Continuation  : Pola ini terjadi karena perusahaan mengulang strategi yang sama dengan strategi yang digunakan pada periode sebelumnya. Karena strategi ini pernah dilakukan sebelumnya, maka tidak banyak membutuhkan kemampuan atau aktivitas yang baru. Bahkan, melalui  pengalaman sebelumnya akan mampu membuat perusahaan   beroperasi lebih efisien.
b.       Routine Change : Perubahan ini dilakukan perusahaan untuk   meningkatkan “daya tarik pasarnya” (market appeal)   agar konsumen lebih terpikat.    Dalam strategi ini, biasanya perusahaan melakukan perubahan appeal (daya tarik) dari iklannya, kemasan, harga, metode distribusi, dan sebagainya. Jadi, dalam hal ini, perubahan yang dilakukan bukanlah perubahan yang signifikan, sebab perusahaan masih menekuni industri yang sama dan format organisasinyapun tidak berubah.
c.       Limited Change : Perubahan ini dilakukan karena perusahaan menawarkan produk baru pada pasar yang baru. Dalam hal ini, kendati perusahaan masih beroperasi dalam industri yang sama, namun akibat  perubahan produk baru tersebut maka format organisasipun ikut mengalami perubahan.
d.      Radical Change : Dalam hal ini perusahaan melakukan suatu strategi  cukup “mendasar” sehingga  perusahaan memandang perlu dilakukannya reorganisasi secara besar-besaran. Jenis perubahan ini biasanya dilakukan ketika perusahaan melakukan merger atau akuisisi namun masih dalam industri yang sama.  Proses akuisisi dan merger dapat menjadi lebih kompleks  jika perusahaan bermaksud mengintergrasikan  kedua perusahaan secara utuh.
e.       Organizational Redirection : Dalam hal ini perusahaan melakukan perubahan orientasi sedemikian rupa sehingga merubah industri yang dimasuki, merubah misi, keahlian dan sebagainya. Organizational Redirection juga dapat terjadi ketika suatu perusahaan melakukan merger atau akuisisi terhadap perusahaan yang berasal dari industri yang sama sekali beda. Jenis perubahan ini merupakan perubahan yang paling kompleks.
Esensi perbedaan diantara lima level perubahan di atas dapat disajikan dalam tabel berikut.

                                              Level Perubahan Strategi
PERUBAHAN
INDUSTRI
ORGANISASI
PRODUK
PASAR
1. Continuation
Sama
Sama
Sama
Sama
2. Routine Change
Sama
Sama
Sama
 BARU
3. Limited Change
      Sama
Sama
 BARU
 BARU
4. Radical Change
Sama
BARU
 BARU
 BARU
5. Organizational     
    Redirection
 BARU
BARU
 BARU
 BARU


2. Menganalisis Struktur Organisasi
Perubahan strategi perusahaan mungkin akan membutuhkan beberapa perubahan dalam organisasi dan juga keahlian yang dibutuhkan pada posisi-posisi tertentu. Studi yang dilakukan Chandler terhadap beberapa perusahaan besar Amerika Serikat seperti DuPont, General Motors, Sears dan Standard Oil disimpulkan bahwa berbagai perubahan yang terjadi dalam implementasi strategi   akan mengarah pada perubahan struktur organisasi. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa struktur organisasi yang baik adalah struktur organisasi yang sesuai dengan strategi. Dengan kata lain struktur organisasi mengikuti strategi. Oleh karena itu, penetapan stuktur organisasi merupakan salah satu faktor penting dalam  implementasi strategi agar semua aktivitas perusahaan yang diakibatkan perubahan tersebut  dapat dilaksanakan dengan baik. Struktur organisasi akan membantu mempertajam aktivitas kunci perusahaan dan memperlihatkan pola koordinasi yang diterapkan dalam menjalankan strategi. Dalam hal ini, aspek  strategi, stuktur dan lingkungan harus terpadu dalam satu kesatuan, atau jika tidak, maka kinerja perusahaan akan lemah.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka para manajer strategis   harus  memperhatikan bagaimana  perusahaan mereka akan “distruktur”    agar semua aktivitas perusahaan  dapatdilakukan dengan baik. Haruskah berbagai aktivitas yang ada dikelompokkan? Haruskah kewenangan untuk membuat keputusan penting dipusatkan di  kantor pusat atau cukup didesentralisasikan pada manajer-manajer di kantor cabang?  Haruskah perusahaan dikelola secara ketat dengan menerapkan berbagai peraturan dan pengawasan, atau dikelola secara longgar dengan hanya sedikit peraturan dan pengawasan? Haruskah perusahaan menggunakan struktur organisasi yang tinggi  dengan banyak jenjang     dengan alasan untuk memberikan  pengawasan yang lebih baik terhadap karyawan; atau cukup diorganisasi dalam struktur yang lebih mendatar dengan sedikit tingkatan manajer   dalam upaya memberikan lebih banyak kebebasan dalam memimpin? Sebagai contoh, perusahaan otomotif Ford memiliki struktur organisasi yang   tinggi   dengan 15 tingkatan manajer, sementara Toyota relatif datar dengan hanya memiliki tujuh tingkatan manajer. Apakah Toyota atau Ford yang memiliki struktur “yang lebih baik”?
Sebelum menjawabpertanyaan-pertanyaan  tersebut dan pertanyaan lainnya, manajerstrategis harus memahami lebih dahulu berbagai bentuk struktur organisasi, diantaranya adalah:
a. Struktur Organisasi Sederhana  
Struktur organisasi sederhana ini   hanya memiliki dua tingkatan, yaitu pemilik dan pekerja. Perusahaan kecil dengan satu produk atau beberapa produk lain yang saling berhubungan, biasanya menggunakan  struktur organisasi ini. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan struktur organisasi   sederhana ini biasanya dikelola oleh pemiliknya sendiri yang sekaligus menangani pekerjaan lain yang berhubungan dengan sebuah produk. Artinya, dalam struktur sederhana ini, pemilik perusahaan cenderung mengambil semua keputusan penting secara sendiri, dan terlibat langsung dalam setiap tahap kegiatan perusahaan.  Untuk lebih mengetahui format struktur organisasi yang sederhana ini, perhatikan gambar berikut.

 Struktur Organisasi Sederhana

Organization Chart

Sumber : Samuel C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill, 1990, p.125.
Struktur organisasi   sederhana   memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan struktur organisasi sederhana adalah :
o   Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat
o   Sistemnya (imbalan, pengawasan dll)  tidak rumit  
o   Tidak mahal


Sedangkan kelemahan dari struktur sederhana adalah:
  • Cenderung berfokus pada pemilik perusahaan
  • Kesempatan untuk peningkatan karir relatif kecil
  • Dibutuhkan kemampuan yang lebih untuk pemilik perusahaan
  • Tidak sesuai untuk organisasi yang besar

b. Struktur Organisasi Fungsional  
Dalam struktur organisasi fungsional, setiap manajer yang mempunyai  spesialisasi fungsional menggantikan tempat dan peranan si pemilik perusahaan.   Transisi menuju spesialisasi ini membutuhkan sebuah perubahan substansial dalam gaya manajemen pimpinan perusahaan. Sebagai organisasi yang  menumbuhkan dan mengembangkan sejumlah produk dan pasar yang berkaitan, struktur organisasi ini secara teratur berubah untuk merefleksikan spesialisasi yang lebih besar. Untuk mengetahui  format struktur organisasi fungsional, lihat gambar berikut.

Struktur Organisasi Fungsional

Organization Chart

Sumber : Samuel C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill, 1990, p.125.

           
Struktur organisasi fungsional ini mempunyai  beberapa kelebihan, antara lain:
  • Efisiensi melalui spesialisasi
  • Komunikasi dan jaringan keputusannya relatif sederhana
  • Mempertahankan tingkat pengendalian strategi pada level manajemen puncak
  • Dapat mendelegasi keputusan operasional sehari-hari
  • Mempermudah pengukuran output dan hasil dari setiap fungsi

Sedangkan kekurangan dari struktur organisasi fungsional adalah:
  • Menyebabkan spesialisasi yang sempit
  • Dapat mendorong timbulnya persaingan dan konflik antar fungsi
  • Mengakibatkan sulitnya koordinasi di antara bidang-bidang fungsional
  • Dapat menyebabkan tingginya biaya koordinasi antar fungsi
  • Identifikasi karyawan dengan kelompok spesialis dapat membuat perubahan menjadi sulit
  • Membatasi pengembangan keterampilan manajer yang lebih luas


c. Struktur Organisasi Divisional

Ketika perusahaan berkembang,  perusahaan mulai memfokuskan perhatiannya pada pengelolaan berbagai lini produk di berbagai industri dan mendesentralisasikan wewenangnya dalam pengambilan keputusan. Ketika perusahaan mulai melakukan akuisisi dan mengembangkan berbagai produk baru dalam industri dan pasar yang berbeda, biasanya mengubah strukturnya menjadi  struktur organisasi yang terdiri dari beberapa  divisi. Tiap-tiap divisi dapat beroperasi sendiri-sendiri dibawah pengarahan seorang manajer divisi yang bertanggungjawab langsung kepada CEO. Dalam struktur organisasi divisional, manajer divisi dapat mengembangkan strategi untuk masing-masing divisinya dan mungkin saja mereka menghadapi persaingan yang berbeda dengan divisi lainnya sehingga strategi yang ditempuh mungkin juga berbeda dengan divisi lainnya. Pada organisasi divisional, divisi-divisi tersebut dapat menjadi tempat yang baik untuk “melatih” para manajer muda. Selain itu juga merupakan tempat yang baik  dalam mengembangkan “intuisi” kewiraswastaan serta meningkatkan sejumlah pusat inisiatif dalam suatu perusahaan. Untuk mengetahui format struktur organisasi divisional, perhatikan  gambar berikut.

                       Struktur Organisasi Divisional

Sumber : Samuel C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill, 1990, p.125.

Sebagaimana struktur organisasi yang lain, struktur organisasi divisional ini juga  mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan  struktur organisasi divisional antara lain:
  • Koordinasi antarfungsi menjadi lebih mudah dan cepat
  • Mempunyai fleksibilitas pada struktur perusahaan
  • Spesialisasi pada setiap divisi dapat dipertahankan
  • Kesempatan karir lebih terbuka
  • Menimbulkan kompetisi di dalam organisasi
  • Beban rutin CEO berkurang sehingga mempunyai waktu untuk keputusan strategis

Sedangkan kekurangan  struktur organisasi divisional antara lain:
  • Mengkibatkan turunnya komunikasi antara spesialisasi funsional
  • Sangat potensial untuk menimbulkan persaingan antar  divisi
  • Pendelegasian yang besar dapat menimbulkan masalah

d. Struktur Strategic Business Unit (SBU)

Ketika struktur organisasi divisional menjadi sulit diterapkan karena CEO mempunyai terlalu banyak divisi yang harus diurus,  maka salah satu solusinya adalah perusahaan mengubah struktur organisasinya dalam bentuk strategic business unit (SBU) atau strategic groups. Struktur SBU ini mengelompokkan sejumlah divisi berdasarkan pada beberapa aspek seperti lini produk atau pasar.  Untuk mengetahui  format  struktur SBU ini, perhatikan gambar berikut.

 Struktur SBU


Sumber : Samuel C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill, 1990, p.125.

Adapun kelebihan  struktur SBU antara lain:
  • Tanggungjawab setiap SBU jelas
  • Memperbaiki koordinasi
  • Sistem pengawasan untuk organisasi yang terdiversifikasi menjadi lebih mudah
  • Masing-masing SBU lebih memahami lingkungan khususnya

Sedangkan kekurangan stuktur SBU antara lain:
  • Struktur lebih tinggi
  • Biaya lebih tinggi
  • Berpotensi menimbulkan persaingan antar SBU dalam memperebutkan sumberdaya

e. Struktur Organisasi Matriks

Struktur organisasi matriks digunakan untuk memudahkan pengembangan pelaksanaan beragam program atau proyek. Setiap departemen dikepalai oleh vice precident  yang mempunyai tanggungjawab fungsional  bagi seluruh proyek. Sedangkan setiap manajer proyek mempunyai “project responsibility” untuk penyelesaian dan implementasi strategi. Untuk mengetahui format struktur organisasi matriks, perhatikan gambar berikut.


 Struktur Organisasi Matrix


Sumber : Samuel C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill, 1990, p.125.


Sebagaimana struktur-struktur organisasi lainnya, struktur organisasi matriks juga mempunyai berbagai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan struktur organisasi matriks antara lain adalah:
o   Sesuai untuk beban kerja yang fluktuatif
o   Tujuan proyek menjadi lebih jelas
o   Memungkinkan untuk merespon pada beberapa sektor lingkungan secara serentak
o   Banyak jalur untuk melakukan  komunikasi
o   Pekerjaan dapat dipahami secara lebih jelas

      Adapun kelemahan struktur organisasi matriks antara lain:
  • Strukturnya sangat rumit
  • Biaya relatif  tinggi
  • Memungkinkan timbulnya dualisme kepemimpinan
  • Relatif sulit karena terdapat kepentingan ganda sehingga memerlukan koordinasi kuat

3. Menganalisis Budaya Perusahaan
       
Peranan Budaya Perusahaan dalam Implelemtasi Strategi

Organisasi perusahaan yang dirancang untuk mengimplementasikan suatu strategi sesungguhnya jauh lebih kompleks dibandingkan dengan format struktur organisasi  yang digambarkan  dalam sebuah bagan. Diluar bagan tersebut, sesungguhnya ada hal lain yang sangat perlu  mendapat  perhatian manajemen dalam proses implementasi, yaitu  budaya perusahaan. Budaya perusahaan mirip dengan kepribadian seseorang. Budaya perusahaan merupakan norma atau nilai yang dianut bersama (shared value) yang menjadi dasar bertindak seorang indvidu dalam organisasi. Budaya perusahaan inilah yang dapat  menyebabkan mengapa  suatu strategi  dapat diimplementasikan pada suatu perusahaan, sedangkan pada perusahaan  yang lain  strategi tersebut  gagal  diimplementasikan  kendati kedua perusahaan tersebut menghadapi  kondisi yang relatif sama.  Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti yang dianut perusahaan dan merasa sangat terikat kepadanya, maka akan semakin kuat budaya tersebut. 

Karena budaya perusahaan mempunyai pengaruh kuat terhadap perilaku seluruh pegawai, maka budaya perusahaan juga berpengaruh besar dalam mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mengubah arah strateginya. Perubahan dalam misi, sasaran, strategi atau kebijakan suatu perusahaan, kemungkinan akan gagal jika dalam perusahaan tersebut ada pihak yang melakukan oposisi secara  kuat terhadap budaya yang dianut.  Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa jika implementasi suatu strategi akan mengakibatkan suatu  perubahan, dan  langkah-langkah untuk  melakukan perubahan tersebut dalam praktiknya tidak sesuai dengan budaya perusahaan tersebut, maka ada kemungkinan   akan timbul penolakan atau hambatan-hambatan. Sedangkan jika langkah-langkah yang diambil sesuai dengan budaya perusahaan tersebut, maka proses implementasi  strategi akan lebih mudah dilakukan.

Menilai Strategis Kesesuaian Strategi-Budaya

Mengingat budaya perusahaan mempunyai pengaruh besar terhadap suksesnya implementasi strategi, maka pihak manajemen harus melakukan analisis untuk menilai kesesuaian antara rumusan strategi dengan budaya perusahaan. Untuk itu pihak manajemen dapat mempertimbangkan  pertanyaan-pertanyaan berikut.

a. Apakah strategi yang dirumuskan  sesuai dengan budaya perusahaan saat ini?

Jika jawabannya adalah “ya”, mulailah dengan segera. Gabungkanlah perubahan-perubahan organisasional dengan budaya perusahaan dengan mengidentifikasi bagaimana strategi baru tersebut akan mencapai misi yang telah ditetapkan dengan lebih baik  daripada strategi yang sebelumnya dijalankan.

b. Jika strategi baru   tidak sesuai dengan budaya perusahaan saat ini, dapatkah budaya    tersebut dimodifikasi dengan mudah sehingga lebih cocok  dengan strategi yang baru?

   Jika jawabannya adalah “ya”, jalankan strategi baru tersebut dengan hati-hati dengan memperkenalkan serangkaian kegiatan perubahan budaya, misalnya modifikasi kecil terhadap struktur, kegiatan pelatihan dan pengembangan SDM, mempekerjakan manajer-manajer baru yang lebih cocok dengan strategi baru.

c. Jika budaya perusahaan tidak dapat berubah dengan mudah  dalam menyesuaikan  dengan strategi baru, apakah pihak perusahaan  bersedia dan mampu membuat perubahan organisasional yang besar dan menerima kemungkinan penundaan dalam mengimplementasi strategi baru dan menerima kemungkinan meningkatnya biaya?

   Jika jawabannya adalah “ya”, pihak manajemen harus mampu mengubah budaya saat ini dengan menetapkan sebuah unit struktural baru untuk mengimplementasikan strategi baru.

d. Jika pihak perusahaan tidak bersedia membuat perubahan organisasional yang besar yang menuntut dilakukannya perubahan dalam mengelola budaya perusahaan, apakah seluruh SDM dalam perusahaan tersebut masih mempunyai komitmen untuk mengimplementasikan strategi tersebut?

   Jika jawabannya adalah “ya”, carilah partner kerja dalam usaha patungan atau mengkontrakkan strategi tersebut untuk mengimplementasikannya. Jika jawabannya adalah “tidak”, rumuskanlah strategi lainnya.


4. Menganalisis Gaya Kepemimpinan  

Implementasi strategi biasanya berkaitan erat  dengan perubahan, oleh karena itu tidaklah mengherankan masalah kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dan perlu dicermati secara teliti dalam implementasi strategi. Gaya kepemimpinanlah yang  akan berpengaruh terhadap cara-cara berkomunikasi serta proses pengambilan keputusan di dalam perusahaan di mana semua itu nantinya  akan bermuara pada terbentuknya budaya perusahaan.

Terdapat berbagai teori tentang gaya kepemimpinan. Namun secara umum teori-teori tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok besar, yaitu:

  1. Gaya kepemimpinan yang berkesan administrator. Gaya kepemimpinan tipe ini terkesan kurang inovatif dan telalu kaku pada aturan. Sikapnya konservatif serta kelihatan sekali takut dalam mengambil resiko dan mereka cenderung  mencari aman. Model kepemimpinan seperti ini jika mengacu kepada analisis perubahan yang telah  kita bahas sebelumnya, hanya cocok pada situasi Continuation, Routine change, serta Limited change.
  2. Gaya kepemimpinan analitis (Analytical). Dalam gaya kepemimpinan tipe ini,  biasanya pembuatan keputusan didasarkan pada proses analisis,  terutama analisis logika pada setiap informasi yang diperolehnya. Gaya ini berorientasi pada hasil dan menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka panjang. Kepemimpinan model ini sangat mengutamakan logika dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta kuantitatif.
  3. Gaya kemimpinan   asertif (Assertive). Gaya kepemimpinan ini sifatnya lebih agresif dan mempunyai perhatian yang sangat besar pada pengendalian personal dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya. Pemimpin tipe asertif lebih terbuka dalam konflik dan kritik. Pengambilan keputusan muncul dari proses argumentasi dengan beberapa sudut pandang sehingga muncul kesimpulan yang memuaskan.
  4. Gaya kepemimpinan entepreneur. Gaya kepemimpinan ini sangat menaruh perhatian kepada kekuasaan dan hasil akhir serta  kurang mengutamakan  pada kebutuhan akan kerjasama. Gaya kepemimpinan model ini biasannya selalu mencari pesaing dan menargetkan standar yang tinggi.

Dalam era turbulensi lingkungan seperti sekarang ini, setiap pemimpin harus siap dan dituntut mampu untuk melakukan transformasi terlepas pada   gaya kepemimpinan apa yang mereka anut.  Pemimpin harus mampu mengelola perubahan, termasuk di dalamnya mengubah budaya organiasi yang tidak lagi kondusif dan produktif. Pemimpin harus mempunyai visi yang tajam, pandai mengelola keragaman  dan mendorong  terus proses pembelajaran   karena dinamika perubahan lingkungan serta persaingan yang semakin ketat.

5. Implementasi dan Evaluasi Strategi
             
Tahap implementasi dan evaluasi strategi ini merupakan tahap akhir dalam implementasi strategi. Dalam tahap ini manajemen sudah harus mempunyai gagasan yang jelas mengenai tingkat perubahan yang diinginkan, baik menyangkut struktur organisasi, budaya perusahaan maupun gaya kepemimpinan. Menurut Thomas V. Bonoma  dalam Hari Purnomo dan Zulkiflimansyah (1999), untuk melakukan tahap  implementasi dan evaluasi strategi dengan baik dan berhasil, manajemen perusahaan perlu terbiasa dan membiasakan diri dengan empat jenis keahlian dasar, yaitu:

  1. Kemampuan Berinteraksi (Interacting Skills)
                  Kemampuan ini ditunjukkan dengan kapabilitas manajemen perusahaan dalam berinteraksi dan berempati dengan berbagai perilaku dan sikap orang lain untuk mencapai tujuannya

  1. Kemampuan Mengalokasi (Allocation Skills)
                  Kemampuan  ini diperlukan untuk menunjang kemampuan manajemen dalam menjadwallkan tugas-tugas, anggaran waktu, serta sumberdaya-sumberdaya lain secara efisien.


  1. Kemampuan Memonitoring (Monitoring Skills)
                  Kemampuan ini meliputi kapabilitas perusahaan dalam menggunakan informasi secara efisien untuk memperbaiki atau menyelesaikan berbagai masalah yang timbul dalam proses implementasi.

  1. Kemampuan Mengorganisasikan (Organizing Skills)
                  Merupakan kemampuan untuk menciptakan jaringan atau organisasi informal dalam rangka menyesuaikan diri dengan berbagai masalah yang mungkin terjadi.
                  Setelah melakukan implementasi strategi, agar manajemen dapat mengetahui bahwa strategi yang telah diimplementasikan sudah  sesuai dengan strategi yang telah diformulasikan,  maka strategi tersebut harus dievaluasi. Materi  ini tidak dijelaskan pada pembahasan kali ini, namun  akan dijelaskan pada bab lain.


Daftar Pustaka

Certo, Samuel & Paul Peter, 1990, Strategic Management, New York :McGraw Hill,

David, Fred R, 2005, Strategic Management: Concepts and Cases,10th ed, New Jersey: Prentice Hall

Hunger,J.David and Thomas Wheelen, 1996, Strategic Management, 5th ed, New York:Addison Wesley

Purnomo, Setiawan Hari dan Zulkiflimansyah,1999, Manajemen Strategi : Sebuah Konsep Pengantar, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.



      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar