Selasa, 28 Juni 2016
AKUNTANSI KREATIF
Pengertian Creative Accounting
Banyak para pakar yang mengartikan ‘creative accounting’ sebagai kegitan memanipulasi data keuangan di perusahaan. Tetapi, kata-kata ‘creative accounting’ terdiri dari 2 kata yaitu ‘creative’ yang artinya kebolehan seseorang menciptakan ide baru yang efektif, dan kata ‘akuntansi’ itu artinya pembukuan tentang financial events yang senantiasa berusaha untuk setia kepada kondisi keuangan yang sebenarnya (faithful representation of financial events). ‘Creative accounting’ menurut Amat, Blake dan Dowd (1999) adalah sebuah proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk didalamnya standar, teknik dsb.) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan. Sedangkan, Stolowy dan Breton [2000] menyebut ‘creative accounting’ merupakan bagian dari ‘accounting manipulation’ yang terdiri dari ‘earning management’ , ‘income smoothing’ dan ‘creative accounting’ itu sendiri.
Sehingga arti dari ‘creative accounting’ yaitu akar dari sejumlah skandal akuntansi, dan banyak usulan untuk reformasi akuntansi – biasanya berpusat pada analisis diperbarui modal dan faktor produksi yang benar akan mencerminkan bagaimana nilai tambah. Akuntansi kreatif dan manajemen laba merupakan eufemisme mengacu pada praktik akuntansi yang mungkin mengikuti surat aturan praktik akuntansi standar, tapi jelas menyimpang dari semangat peraturan tersebut.
Tujuan Creative AccountingTujuan-tujuan seseorang melakukan creative accounting bermacam-macam, di antaranya adalah untuk pelarian pajak, menipu bank demi mendapatkan pinjaman baru, atau mempertahankan pinjaman yang sudah diberikan oleh bank dengan syarat-syarat tertentu, mencapai target yang ditentukan oleh analisis pasar, atau mengecoh pemegang saham untuk menciptakan kesan bahwa manajemen berhasil mencapai hasil yang cemerlang.
Motivasi materialisme merupakan suatu dorongan besar manajemen dan akuntan-akuntan melakukan creative accounting. Banyak perusahaan yang terjebak masalah creative accounting mempunyai sistem ‘executive stock option plan’ bagi eksekutif-eksekutif yang mencapai target yang ditetapkan. Secara umum, para eksekutif biasanya lebih mengenal perusahaan tempat mereka bekerja dibandingkan karyawan-karyawan di bawah mereka, sehingga para eksekutif ini dapat dengan mudah memanipulasi data-data dalam laporan keuangan (financial statement) dengan motivasi memperkaya diri mereka sendiri.
Adapun klasifikasi tindakan yang meliputi kecurangan laporan keuangan adalah sebagai berikut :
Pertama, sengaja distorsi laporan keuangan sebagai alat untuk bertindak curang dengan mengecoh pemakai atau kelompoknya tentang hasil usaha perusahaan.Dalam hal ini yang menerima keuntungan langsung adalah pihak perusahaan atau pelaku kecurangan. Adapun tujuan khusus dari tindakan ini adalah :
a. Mendapatkan kredit, modal jangka panjang, atau tambahan modal investasi berdasarkan informasi keuangan yang didistorsi atau dihapus
b. Menyembunyikan kinerja tidak baik dari perusahaan
c. Menghapus hutang pajak
d. Manipulasi harga saham
e. Menyembunyikan kinerja tidak baik oleh manajemen
Kedua, sengaja distorsi laporan keuangan untuk penyamaran tindakan kecurangan. Dalam hal ini yang diuntungkan tetap pihak perusahaan atau pelaku kecurangan. Adapun tujuan khusus dari tindakan ini adalah:
a. Menyembunyikan penjualan fiktif atau harta milik dipalsukan
b. Menyembunyikan pembayaran yang tidak benar
c. Menyembunyikan tindakan penyelewangan dana atau harta.
Unsur – Unsur Creative Accounting
Menurut Charles W. Mulford & Eugene E. Comiskey membagi Creative Accounting menjadi beberapa unsur, yaitu:
a. Pengahsilan Prematur atau Pengahasilan fiktif
Mengakui penghasilan prematur atau penghasilan fiktif itu berbeda jika ditinjau dari sudut aggressive accounting.Untuk premature revenue, pengakuannya sudah sesuai dengan GAAP. Sementara itu, untuk fictitious revenue , penghasilan dicatat tanpa adanya penjualan yang terjadi.
Bentuk dari prematur revenue bisa berupa pengakuan penjualan dilakukan pada saat barang sudah dipesan, tapi belum dikirim (goods ordered, but not shipped) atau barang sudah dikirim, tapi belum dipesan (goods shipped, but not ordered). Sementara itu, contoh penjualan fiktif adalah backdated invoice, tanggal pengiriman yang diubah, atau sengaja salah mencatat penjualan.
Cara mendeteksi penjualan prematur atau fiktif yaitu:
1) Pahami kebijakan pengakuan pendapatan, termasuk perubahannya
2) Cermati piutang usaha
3) Cermati akun-akun yang mungkin digunakan untuk meng-offset penjualan prematur atau fiktif
4) Review transaksi hubungan istimewa
5) Perhatikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan sesuai laporan
b. Kapitalisasi Agresif
Dalam kebijakan kapitalisasi yang agresif, perusahaan melaporkan beban atau rugi tahun berjalan sebagai aset.Akibatnya, pengakuan biaya tertunda dan laba naik.Selanjutnya, aset atau beban ditangguhkan tersebut diamortisasi selama beberapa tahun.
Cara mendeteksi kebijakan kapitalisasi agresif yaitu:
1) Pahami kebijakan kapitalisasi aset dan apakah aset yang dikapitalisasi tersebut melebih nilai pasar
2) Proporsikan total biaya pengembangan software yang dikapitalisasi dan tentukan apakah proporsi tersebut wajar
3) Cermati biaya bunga yang dikapitalisasi sehubungan dengan proyek konstruksi yang sudah berakhir
4) Cermati alasan yang mendasari pencatatan normal operating expense ke dalam aset
c. Misreported Assets & Liabilities
Dalam banyak kasus, nilai aset lebih saji dan/atau kewajiban kurang sajidengan tujuan agar earning power menjadi lebih tinggi dan posisi keuangan lebih kuat. Dengan laba yang tinggi, otomatis saldo laba dan nilai ekuitas akan naik.
Beberapa akun aktiva yang potensial dilaporkan lebih saji adalah piutang usaha, inventori, investasi (yang diklasifikasikan dalam trading, held to maturity, atau available for sale). Akun kewajiban yang dicatat kurang sajidi antaranya adalah accrued expense payable, utang usaha, utang pajak, dan contingent liability.
Cara mendeteksi misreported asset & liability yaitu:
1) Tandingkan prosentase perubahan piutang usaha dengan perubahan penghasilan untuk 4-6 triwulan terakhir
2) Pastikan bahwa pembentukan cadangan piutang tak tertagih cukup untuk menutup risiko inkolektibilitas
3) Cermati apakah persediaan yang overvalued tersebut disebabkan persediaan fiktif
4) Cermati apakah kasus overvalued inventory pernah terjadi sebelumnya
5) Cermati penurunan nilai pasar surat berharga yang held to maturity
6) Cermati trend yang terjadi untuk accrued expense payable
7) Hitung umur utang untuk 4-6 bulan terakhir
8) Review total utang pajak yang tercatat di neraca dengan beban pajak yang dicatat di laba rugi
9) Cermati kewajiban kontinjensi yang tidak dicatat di neraca.
d. Permainan Angka-Angka di Laporan Laba Rugi
Permainan angka-angka di laporan laba rugi terjadi pada cara mempercepat atau memperlambat pengakuan pendapatan dan biaya. Dalam hal ini laba diatur untuk beberapa periode pelaporan.
Selain itu, penyajian laporan yang bisa berbentuk single step maupun step memungkinkan perusahaan memainkan angka-angka subtotal, klasifikasi akun, dan catatan laporan keuangan.Misalnya, unsur pendapatan usaha dilaporkan sebagai pendapatan di luar usaha atau sebaliknya, pengeluaran yang termasuk dalam harga pokok penjualan direklasifikasikan ke dalam kelompok akun beban operasi atau sebaliknya. Reklasifikasi demikian tentu saja akan mempengaruhi angka sub total laba kotor atau laba operasi yang nota bene sering dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan.
Contoh lainnya yang termasuk dalam kreativitas akuntansi di laporan laba rugi terjadi dalam:
• Kelompok akun other expense/income yang seringkali di-netting. Perusahaan hanya melaporkan total other expense/income tanpa merinci detil dari kelompok akun tersebut.
• Penggunaan terminologi di dalam laporan laba rugi, seperti istilah restrukturisasi yang ternyata biaya restrukturisasinya mencakup penghapusan inventori, pembayaran pesangon dan biaya PHK, penghapusan aktiva, biaya relokasi, dan biaya penurunan nilai aktiva.
• Penentuan tingkat materialitas suatu transaksi. Dengan konsep materialitas ini, perusahaan dapat mengelompokkan transaksi yang sebetulnya material menjadi tidak material.
e. Masalah Laporan Arus Kas
Seperti diuraikan sebelumnya dalam efek harga saham, para investor tertarik dengan perusahaan yang punya earning power yang bagus dan berkelanjutan.Dengan demikian, future cash flow-nya menjadi baik pula.Bagi para kreditur, dengan cash flow yang baik, utang piutang menjadi lancar.
Sudah menjadi hal yang umum bahwa arus kas bersih dari aktivitas operasi merupakan manifestasi operating income yang ada di laporan laba rugi.Arus kas bersih ini menjadi alat ukur utama tentang kemampuan perusahaan dalam mendapatkan arus kas yang berkelanjutan.
Di dalam pelaporan arus kas menurut GAAP, arus kas terbagi menjadi arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas pembiayaan (financing) dan aktivitas investasi.Bentuk penyajian laporan arus kas sendiri terdiri dari indirect method dan direct method.Dalam indirect method, arus kas dari aktivitas operasi dihitung dari laba bersih yang disesuaikan dengan transaksi-transaksi non kas di laporan laba rugi. Sementara itu, dalam direct method arus kas dari aktivitas operasi ditampilkan berdasarkan transaksi-transaksi kas di laba rugi.
Di dalam praktiknya, arus kas dari aktivitas operasi hanya diketahui oleh segelentir pengguna laporan keuangan, tapi tidak diketahui oleh para investor maupun kreditur.Kedua stakeholder tersebut lebih fokus pada kinerja keuangan.Akibatnya, mereka cenderung menganggap bahwa laporan arus kasnya sudah benar.Pada kenyataannya, laporan arus kas, khususnya arus kas operasi, tidak terlepas juga dari ‘creative accounting’. Berikut ini adalah contohnya :
1) Arus kas operasi memasukan unsur pembayaran pajak penghasilan (PPh), baik PPh Badan maupun PPh final.
2) Operasi dalam penghentian (discontinued operation) juga dimasukkan dalam aktivitas operasi, padahal di dalam laba rugi discontinued operation tersebut dikeluarkan dari laba operasi.
3) Biaya operasi yang dikapitalisasi dimasukkan sebagai arus kas dalam aktivitas investasi, padahal jika dibebankan pada tahun berjalan, masuk dalam arus kas operasi.
Untuk mendeteksi adanya ‘creative accounting’, laporan arus kas (setelah dikeluarkan unsur non recurring cash flow seperti discontinued operation) bisa menjadi alat yang efektif. Misalnya :
• Transaksi fiktif seperti prematur revenue atau fictitious revenue tidak akan pernah muncul di laporan arus kas karena tidak melibatkan unsur kas
• Agressive accounting dapat meningkatkan laba perusahaan, tapi arus kas dari aktivitas operasi tetap tidak berubah.
Jenis – Jenis Creative Accounting
Ada empat macam CA yang sering ditemukan saat ini, yaitu: Aggressive accounting, Earnings management, Income smoothing, dan Fraudulent financial reporting.
a. Aggressive accounting adalah pemilihan dan penerapan prinsip akuntansi yang bertujuan agar laba tahun berjalan lebih tinggi, terlepas dari apakah praktik tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau tidak.
b. Earnings management merupakan manipulasi laba secara aktif untuk suatu target yang sudah ditentukan sebelumnya, misalnya, manajemen, untuk suatu proyeksi yang sudah dibuat oleh analis, atau untuk mendapatkan suatu angka yang konsisten dengan smoother, more sustainable earnings stream.
c. Income smoothing adalah Suatu bentuk earnings management yang didesain untuk menghilangkan aliran laba yang fluktuatif, termasuk cara-cara untuk mereduksi dan “menyimpan” laba pada saat kinerja keuangan sedang membaik agar laba tersebut bisa dimanfaatkan pada saat kinerja keuangan sedang menurun.
d. Fraudulent financial reporting adalah Penyajian keliru (misstatement) yang disengaja atau penyembunyian (ommision) atas suatu angka atau pengungkapan di dalam laporan keuangan yang bertujuan untuk memperdayai pengguna laporan keuangan melalui pendekatan administratif, perdata, atau kriminal. Tipe terakhir inilah yang paling cenderung dipergunakan untuk tujuan illegal.
Penyebab dan Pola Creative Accounting
Stolowy dan Breton (2000) menyebut ‘creative accounting’ merupakan bagian dari ‘accounting manipulation’ yang terdiri dari ‘earning management’ , ‘income smoothing’ dan ‘creative accounting’ itu sendiri. Dalam pemahaman mengenai ‘creative accounting’ ini bukan berarti akuntan yang memanfaatkan pemahaman akuntansi tersebut, tetapi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dan kekuatan untuk menggunakan ‘creative accounting’ tersebut, seperti manajer, akuntan, pemerintah, asosiasi industri dan sebagainya. Hal yang menyebabkan terjadinya ‘creative accounting’ adalah karena adanya kebijakan dari perusahaan yang menyebabkan banyak pihak manjemen yang melakukan manipulasi data untuk mendapatkan keuntungan yang lebih khususnya manajer perusahaan. Manajer dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan menurut Watt dan Zimmerman (1986) digolongkan menjadi tiga buah hipotesis, yaitu :
a. Bonus plan hyphotesis
Healy (1985) dalam Scott (1997) menyatakan bahwa manajer seringkali berperilaku seiring dengan bonus yang akan diberikan. Jika bonus yang diberikan tergantung pada laba yang akan dihasilkan, maka manajer akan melakukan ‘creative accounting’ dengan menaikkan laba atau mengurangi laba yang akan dilaporkan. Pemilik biasanya menetapkan batas bawah laba yang paling minim agar mendapatkan bonus. Dari pola bonus ini manajer akan menaikkan labanya hingga ke atas batas minimal tadi. Tetapi jika pemilik perusahaan membuat batas atas untuk mendapatkan bonus, maka manajer akan berusaha mengurangkan laba sampai batas atas tadi dan mentransfer laba saat ini ke periode yang akan datang. Hal ini dia lakukan karena jika laba melewati batas atas tersebut manajer sudah tidak mendapatkan insentif tambahan atas upayanya memperoleh laba di atas batas yang ditetapkan oleh pemilik perusahaan. Formula bonus yang digunakan Healy didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan terdiri atas manajer yang menghindari resiko (risk averse) sehingga manajer akan memilih discretionary accrual untuk menurunkan earning ketika earning sebelum keputusan akrual lebih kecil dari bogey (batas bawah) atau melebihi cap (batas atas) menaikkan earning ketika earning sebelum keputusan accrual melebihi bogey tetapi tidak melebihi cap. Implikasi yang dikemukakan oleh Healy adalah bahwa manajer akan berperilaku oportunistik menghadapi intertemporal choice.
b. Debt-covenant hyphotesis
Penelitian dalam bidang teori akuntansi positif juga menjelaskan praktek akuntansi mengenai bagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang. Manajer dalam menyikapi adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang telah jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya dengan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya. Fields, Lys dan Vincent (2001) mengemukakan ada dua kejadian dalam pemilihan kebijakan akuntansi, yaitu pada saat diadakannya perjanjian hutang dan pada saat jatuh temponya hutang.Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti pembagian deviden yang berlebihan, atau membiarkan ekuitas berada di bawah tingkat yang telah ditentukan. Semakin cenderung suatu perusahaan untuk melanggar perjanjian hutang maka manajer akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat mentransfer laba periode mendatang ke periode berjalan karena hal tersebut dapat mengurangi resiko ‘default’. Sweeney (1994) dalam Scott (1997) menyatakan perilaku ‘memindahkan’ laba tersebut dilakukan oleh perusahaan bermasalah yang terancam kebangkrutan dan ini merupakan strategi untuk bertahan hidup.
c. Political-cost hyphotesis.
Dalam pandangan teori agensi (agency theory), perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar melakukannya sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.Perusahaan besar menghadapi biaya politis yang lebih besar karena merupakan entitas yang banyak disorot oleh publik secara umum.Para karyawan berkepentingan melihat kenaikan laba sebagai acuan untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui kenaikan gaji. Pemerintah melihat kenaikan laba perusahaan sebagai obyek pajak yang akan ditagihkan. Sehingga pilihan yang dihadapi oleh organisasi adalah dengan cara bagaimana lewat proses akuntansi agar laba dapat ditampilkan lebih rendah. Hal ini yang seringkali disebut dengan political cost hyphoyesis (Watts dan Zimmerman: 1986).
Berbagai macam pola yang dilakukan dalam rangka ‘creative accounting’ menurut Scott (1997) sebagai berikut:
1) Taking Bath, atau disebut juga ‘big bath’. Pola ini dapat terjadi selama ada tekanan organisasional pada saat pergantian manajemen baru yaitu dengan mengakui adanya kegagalan atau defisit dikarenakan manajemen lama dan manajemen baru ingin menghindari kegagalan tersebut. Teknik ini juga dapat mengakui adanya biaya-biaya pada periode mendatang dan kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan yang tidak bisa dihindari pada periode berjalan. Konsekuensinya, manajemen melakukan pembersihan diri dengan membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang dan melakukan ‘clear the decks’. Akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.
2) Income minimization. Cara ini mirip dengan ‘taking bath’ tetapi kurang ekstrem. Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak yang berkepentingan (aspek political-cost). Kebijakan yang diambil dapat berupa write-off atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, metode successfull-efforts untuk perusahaan minyak bumi dan sebagainya. Penghapusan tersebut dilakukan bila dengan teknik yang lain masih menunjukkan hasil operasi yang kelihatan masih menarik minat pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan dari penghapusan ini adalah untuk mencapai suatu tingkat return on assets yang dikehendaki.
3) Income maximization. Maksimalisasi laba dimaksudkan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, dimana laba yang dilaporkan tetap dibawah batas atas yang ditetapkan.
4) Income smoothing. Perataan laba merupakan cara yang paling populer dan sering dilakukan. Perusahaan-perusahaan melakukannya untuk mengurangi volatilitas laba bersih. Perusahaan mungkin juga meratakan laba bersihnya untuk pelaporan eksternal dengan maksud sebagai penyampaian informasi internal perusahaan kepada pasar dalam meramalkan pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan.
5) Timing revenue and expense recognition. Teknik ini dapat dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu berkenaan dengan saat atau timing suatu transaksi seperti adanya pengakuan yang prematur atas penjualan.
Alasan Seseorang Melakukan Creative Accounting
Setidaknya ada empat alasan mengapa para praktisi akuntansi melakukan CA, mereka adalah :
a. Perlakuan akuntansi yang bervariasi
Perlakuan akuntansi yang bervariasi bersumber dari fleksibilitas pelaporan keuangan karena standar akuntansi mengijinkan melakukan itu. Berdasarkan standar, perusahaan dapat memilih dan menerapkan beberapa model pengukuran secara fleksibel. Sebagai akibatnya, perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang sama mungkin menyajikan laporan yang berbeda. Demikian juga dengan Transaksi-transaksi keuangan dan kondisi ekonomi yang ada tidak selalu sama sehingga bisa digunakan model pengukuran yang berbeda, bahkan untuk perusahaan sejenis sekalipun. Beberapa contoh fleksibilitas ini yaitu: penentuan biaya persediaan (FIFO & Average), pengakuan pendapatan (tunai, cicilan atau tingkat penyelesaian), model pengukuran aset (tersedianya dua metode pengukuran: metode biaya dan metode revaluasi dan tersedianya beragam macam metode penyusutan aset), uji penurunan nilai (standar memberikan pilihan untuk menilai penurunan nilai) dan estimasi provisi (tergantung pada pertimbangan manajemen).
b. Penerapan prinsip akuntansi yang agresif
Penerapan prinsip akuntansi yang agresif. Kadang-kadang perusahaan menerapkan PSAK secara agresif agar kinerja laporan keuangannya terlihat lebih menarik dan bagus, bukan menggunakan PSAK yang fleksibel untuk menyajikan laporan keuangan yang wajar. Beberapa prakteknya antara lain: Over-estimasi dalam biaya restrukturisasi perusahaan, memainkan tingkat persentase penyelesaian pekerjaan, dan menangguhkan biaya proyek dan menghapus utang usaha.
c. Manajemen laba
Untuk alasan manajemen laba, entitas berusaha menampilkan laba yang konsisten atau stabil di setiap periode palaporan. Manajemen laba bisa dilakukan dengan menunda atau mempercepat pendapatan atau beban tergantung pada kondisinya saat itu.
d. Pelaporan keuangan yang menyimpang
Perusahaan seringakali menyajikan laporan keuangan yang menyimpang yang disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu antara lain: tingginya target yang diberikan pemegang saham, kebijakan ketat yang diatur regulator, dll. Untuk alasan terakhir inilah banyak manajemen perusahaan akhirnya melakukan tindakan yang melanggar aturan hukum.
Cara Mendeteksi dan Mencegah Terjadinya Creative AccountingCreative accounting memiliki dampak yang kurang baik untuk perusahaan baik itu pemilik perusahaan tersebut maupun investor yang ingin menanamkan modalnya ke perusahaan tersebut. Ada beberapa metode dan carayang bisa untuk mengetahui adanya creative accounting dan cara mencegahnya.
Kecurangan pelaporan keuangan di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan (financial statement) tersebut. Oleh karena itu akuntan publik harus bisa mencegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen.Red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan (fraud) yang terjadi.
Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan kefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Hasil penelitian Wilopo tersebut juga menunjukkan bahwa dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh, tidak secara partial. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain :
a. Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
b. Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian.
c. Pelaksanaan good governance.
d. Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.
The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan, yaitu :
a. Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas proses pelaporan keuangan (financial reporting).
b. Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke kecurangan tersebut.
c. Menilai resiko kecurangan laporan keuangan di dalam perusahaan.
d. Mendesain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk laporan keuangan.
Mulfrod & Comiskey (2002) menulis buku terkait dengan creative accounting yang berjudul “The Financial Numbers Game : Detecting Creative Accounting Practices”. Buku tersebut meskipun lebih difokuskan bagi para investor sebagai pembelajaran untuk mengetahui secara cepat adanya kecurangan akuntansi (fraudulent accounting), namun perlu diketahui juga oleh auditor.
Beberapa atribut yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya risiko terdapat kecurangan laporan keuangan di perusahaan, antara lain :
a. Terdapat kelemahan dalam pengendalian intern (internal control).
b. Perusahaan tidak memiliki komite audit.
c. Terdapat hubungan kekeluargaan (family relationship) antara manajemen (Director) dengan karyawan perusahaan.
Klasifikasi dari Praktek Creative Accounting menurut Mulfrod & Comiskey terdiri dari :
a. Pengakuan pendapatan fiktif (Recognizing Premature or Ficticious Revenue).
b. Kapitalisasi yang agresif dan Kebijakan amortisasi yang terlalu lebar (Aggressive Capitalization & Extended Amortization Policies).
c. Pelaporan keliru atas Aktiva & Utang (Misreported Assets and Liabilities).
d. Perekayasaan Laporan Laba Rugi (Creative with the Income Statement).
e. Timbul masalah atas pelaporan Arus Kas (Problems with Cash-flow Reporting).
Menurut laporan dari The National Commission on Fraudulent Financial Reporting, pencegahan (prevention) dan pendeteksian (detection) awal atas kecurangan laporna keuanganharus dimulai saat penyiapan laporan keuangan.
Rezaee (2002), dalam bukunya yang berjudul “Financial Statement Fraud: Prevention and Detection”, membahas cukup mendalam tentang teknik untuk mencegah dan mendeteksi adanya fraud dalam laporan keuangan. Dalam buku tersebut dijelaskan kasus kolapsnya enron di Amerika Serikat, yang menghebohkan kalangan dunia usaha secara jelas dan lengkap, termasuk adanya praktek kolusi.
Salah satu cara untuk mencegah timbulnya fraud yang diakibatkan kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik adalah pengaturan rotasi auditor (akuntan publik). Sesuai Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK.06/2003 tentang perubahan KMK No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tertanggal 21 Agustus 2003, telah diatur tentang pembatasan dan rotasi terhadap akuntan publik. Pasal 6 ayat 4 Kepmenkeu tersebut dinyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama untuk lima tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun berturut-turut.
Contoh Kasus Creative Accounting
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
Permasalahan
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstatedpersediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:
1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar