MAKALAH
Seminar akuntansi
SAK ETAP
OLEH :
KELOMPOK 4
ZULFIKAR HUSAIN (A31112322)
ACHMAD FADLI (A31112304)
REGINA TANGGO (A31112260)
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS EKONOMI
2014
PENDAHULUAN
Overview SAK ETAP
Salah satu terobosan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yaitu mengesahkan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP).
SAK-ETAP nampak sejalan dengan International Financial Reporting Standard for Small and Medium-sized Entities (IFRS for SMEs). Meskipun memiliki judul yang berbeda, namun baik SAK-ETAP maupun IFRS for SMEs sama-sama diperuntukkan bagi entitas tanpa akuntabilitas publik, hanya saja istilah yang digunakan sebagai judul pada IFRS adalah small and medium-sized entities (SMEs).
Oleh karena itu, apabila kita membandingkan judul pada IFRS for SMEs dan SAK ETAP, maka istilah entitas tanpa akuntabilitas publik (lihat pada Ruang Lingkup SAK ETAP) sama pengertiannya dengan small and medium-sized entities. Apabila SAK ETAP telah disahkan pada bulan Mei 2009, IFRS for SMEs sendiri baru disahkan pada bulan Juli 2009.
Dewan tandar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) sendiri beranggotakan 17 orang mewakili: Akuntan Publik, Akademisi, Akuntan Sektor Publik, dan Akuntan Manajemen. Alasan IAI menerbitkan standar ini adalah untuk mempermudah perusahaan kecil dan menengah (UKM) (yang jumlahnya hampir dari 90% dari total perusahaan di Indonesia) dalam menyusun laporan keuangan mereka. Dimana jikalau standar ini tidak diterbitkan mereka juga harus mengikuti SAK baru (yang merupakan SAK yang sedang dalam tahap pengadopsian IFRS – konvergensi penuh tahun 2012) untuk menyusun laporan keuangan mereka. SAK berbasis IFRS ini relatif lebih kompleks dan sangat mahal bagi perusahaan kecil dan menengah untuk menerapkannya.
PEMBAHASAN
A. KONSEP SAK ETAP
1. Pengertian
Pada tanggal 19 Mei 2009, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) mengesahkan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP).
SAK ETAP ini nampak seide dengan International Financial Reporting Standard for Small and Medium-sized Entities (IFRS for SMEs). Meskipun memiliki judul yang berbeda, namun baik SAK ETAP maupun IFRS for SMEs sama-sama diperuntukkan bagi entitas tanpa akuntabilitas publik, hanya saja istilah yang digunakan sebagai judul pada IFRS adalah small and medium-sized entities (SMEs).
Jadi, apabila kita membandingkan judul pada IFRS for SMEs dan SAK ETAP, maka istilah entitas tanpa akuntabilitas publik) sama pengertiannya dengan small and medium-sized entities. Apabila SAK ETAP telah disahkan pada bulan Mei 2009, IFRS for SMEs sendiri baru disahkan pada bulan Juli 2009.
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) adalah standar akuntansi yang disusun sebagai acuan dan dimaksudkan untuk digunakan entitas tanpa akuntabilitas publik signifikan.
2. Manfaat dan Tujuan
SAK ETAP dimaksudkan agar semua unit usaha menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Setiap perusahaan memiliki prinsip going concern yakni menginginkan usahanya terus berkembang. Untuk mengembangkan usaha perlu banyak upaya yang harus dilakukan. Salah satu upaya itu adalah perlunya meyakinkan publik bahwa usaha yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam akuntansi wujud pertanggungjawaban tersebut dilakukan dengan menyusun dan menyajikan laporan keuangan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan standar, akan membantu manajemen perusahaan untuk memperoleh berbagai kemudahan, misalnya: untuk menentukan kebijakan perusahaan di masa yang datang; dapat memperoleh pinjaman dana dari pihak ketiga, dan sebagainya.
Standar ETAP ini disusun cukup sederhana sehingga tidak akan menyulitkan bagi penggunanya yang merupakan entitas tanpa akuntabilitas public (ETAP) yang mayoritas adalah perusahaan yang tergolong usaha kecil dan menengah. ETAP sebagaimana kepanjangan yang telah diuraikan di atas merupakan unit kegiatan yang melakukan aktifitas tetapi sahamnya tidak dimiliki oleh masyarakat atau dengan kata lain unit usaha yang dimiliki oleh orang perorang atau sekelompok orang, dimana kegiatan dan modalnya masih terbatas. Jenis kegiatan seperti ini di Indonesia menempati angka sekitar 80 %. Oleh sebab itu perlu adanya perhatian khusus dari semua pihak yang berkepentingan dalam hal penyajian laporan keuangan.
3. Karakteristik SAK ETAP
a. Stand alone accounting standard (tidakmengacukeSAK Umum)
b. Mayoritas menggunakan historical cost concepts
c. Hanya mengatur transaksi yang umum dilakukan Usaha Kecil dan Menengah
d. Pengaturan lebih sederhana dibandingkan SAK Umum
1) Alternatif yang dipilih adalah alternatif yang paling sederhana
2) Penyerdehanaan pengakuan dan pengukuran
3) Pengurangan pengungkapan
e. Tidak akan berubah selama beberapa tahun
4. Pengguna SAK ETAP
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dimaksudkan untuk digunakan entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang:
a. tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan
b. menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.
Entitas memiliki akuntabilitas publik signifikan jika:
a. entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau
b. entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan bank investasi.
Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan SAK ETAP.
5. Implementasi SAK ETAP
PSAK ETAP mulai diberlakukan pada akhir tahun 2011. Penggunaan PSAK ini harus konsisten untuk tahun-tahun berikutnya. Apalagi yang sudah memutuskan untuk menggunakan PSAK umum dalam penyajian laporan keuangan, maka untuk selanjutnya tidak boleh merevisi kebijakannya ke PSAK ETAP.
Entitas dapat menerapkan SAK ETAP secara retrospektif, namun jika tidak praktis, maka entitas diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP secara prospektif. Entitas yang menerapkan secara prospektif dan sebelumnya telah menyusun laporan keuangan maka:
a. Mengakui semua aset dan kewajiban yang pengakuannya dipersyaratkan dalam SAK ETAP;
b. Tidak mengakui pos-pos sebagai aset atau kewajiban jika SAK ETAP tidak mengijinkan pengakuan tersebut;
c. Mereklasifikasikan pos-pos yang diakui sebagai suatu jenis aset, kewajiban atau komponen ekuitas berdasarkan kerangka pelaporan sebelumnya, tetapi merupakan jenis aset, kewajiban, atau komponen ekuitas yang berbeda berdasarkan SAK ETAP;
d. Menerapkan SAK ETAP dalam pengukuran seluruh aset dan kewajiban yang diakui.
Penerapan secara retrospektif artinya bahwa kebijakan akuntansi yang baru diterapkan seolah-olah kebijakan akuntansi tersebut telah digunakan sebelumnya. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang baru, diterapkan pada kejadian atau transaksi sejak tanggal terjadinya kejadian atau transaksi tersebut. Sedangkan penerapan secara prospektif artinya kebijakan akuntansi yang baru, diterapkan pada kejadian atau transaksi yang terjadi setelah tanggal perubahan. Tidak ada penyesuaian yang dilakukan terhadap periode sebelumnya.
Kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas pada saldo awal neracanya berdasarkan SAK ETAP mungkin berbeda dari yang digunakan untuk tanggal yang sama dengan menggunakan kerangka pelaporan keuangan sebelumnya. Hasil penyesuaian yang muncul dari transaksi, kejadian atau kondisi lainnyasebelum tanggal efektif SAK ETAP diakui secara langsung pada saldo laba pada tanggal penerapan SAK ETAP.
Pada tahun awal penerapan SAK ETAP, entitas yang memenuhi persyaratan untuk menerapkan SAK ETAP dapat menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan SAK ETAP, tetapi berdasarkan PSAK non-ETAP sepanjang diterapkan secara konsisten. Entitas tersebut tidak diperkenankan untuk kemudian menerapkan SAK ETAP ini untuk penyusunan laporan keuangan berikutnya. Entitas yang menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP kemudian tidak memenuhi persyaratan entitas yang boleh menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut tidak diperkenankan untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP. Entitas tersebut wajib menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK non- ETAP dan tidak diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP ini kembali sesuai dengan paragraf 29.4 di atas.
Entitas yang sebelumnya menggunakan PSAK non-ETAP dalam menyusun laporan keuangannya dan kemudian memenuhi persyaratan entitas yang dapat menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut dapat menggunakan SAK ETA ini dalam menyusun laporan keuangan. Entitas tersebut menerapkan persyaratan dalam paragraf 29.1 – 29.3.
B. PERBEDAAN SAK ETAP DAN PSAK
1) Materi SAK ETAP lebih sederhana sedangkan PSAK – IFRS complicated dan rumit.
2) SAK ETAP cenderung menggunakan basis stewardship sebagai pertanggungjawaban pengelola kepada stakeholder sehingga cenderung menggunakan prinsip reliability, sedangkan PSAK – IFRS telah bergeser untuk pemenuhan user dalam pengambilan keputusan sehingga cenderung menggunakan prinsip relevan.
3) SAK ETAP tidak mengatur pajak tangguhan
4) SAK ETAP hanya menggunakan metode tidak langsung untuk laporan arus kas.
5) SAK ETAP menggunakan cost model untuk investasi ke asosiasi dan menggunakan metode ekuitas untuk anak perusahaan.
6) SAK ETAP tidak secara penuh menggunakan PSAK 50/55.
7) SAK ETAP hanya menggunakan model cost untuk aset tetap, aset tidak berwujud dan properti investasi. PSAK-IFRS boleh memilih cost model atau model reavaluasi.
C. ISU – ISU MENYANGKUT SAK ETAP
I. Entitas Nirlaba dan Koperasi boleh menggunakan SAK ETAP ?
Pengaturan perlakuan akuntansi untuk entitas Koperasi dan Organisasi Nirlaba secara khusus diatur dalam PSAK Umum (PSAK non-ETAP) yaitu PSAK 27 mengenai Akuntansi Perkoperasian dan PSAK 45 mengenai Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba. Sedangkan standar akuntansi yang berlaku khusus untuk entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan yaitu SAK ETAP tidak mengatur mengenai akuntansi untuk entitas koperasi dan entitas nirlaba tersebut. Atau dengan kata lain, PSAK 27 dan PSAK 45 bukan merupakan bagian dari SAK ETAP.
Pertanyaan : melihat kondisi di atas, apakah entitas koperasi dan organisasi nirlaba dapat menerapkan SAK ETAP dalam pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangannya ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, DSAK IAI pada tanggal 11 Agustus 2011 telah menerbitkan Buletin Teknis 6 : Keterterapan SAK ETAP untuk Entitas Koperasi dan Entitas Nirlaba.
Dalam buletin teknis tersebut antara lain dijelaskan bahwa :
Dalam SAK ETAP Bab 1 tentang ruang lingkup mengatur bahwa entitas yang dapat menerapkan SAK ETAP adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement). Entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan jika bukan entitas yang telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau bukan entitas yang menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat.
Dalam SAK ETAP Bab 9 tentang kebijakan dan estimasi akuntansi dan kesalahan dinyatakan bahwa entitas yang menerapkan SAK ETAP, dalam mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan akuntansi, untuk mempertimbangkan persyaratan dan panduan dalam SAK non-ETAP yang berhubungan dengan isu serupa dan terkait.
Berdasarkan pengaturan di atas, jika ada entitas koperasi dan entitas nirlaba yang memenuhi syarat untuk menerapkan SAK ETAP, maka entitas tersebut dapat menerapkan SAK ETAP.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk entitas koperasi dan organisasi nirlaba dapat menerapkan SAK ETAP jika telah memenuhi persyaratan sebagai entitas yang diperbolehkan untuk menggunakan SAK ETAP sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam SAK ETAP tersebut.
II. TRANSISI STANDAR
Perusahaan dan organisasi yang boleh menerapkan PSAK ETAP adalah perusahaan yang memenuhi persyaratan :
a. Tidak memiliki akuntabilitas public signifikan (tidak mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia, tidak menerbitkan obligasi dll)
b. Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.
c. Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan SAK ETAP.
Poin nomor tiga telah menjadi sebuah solusi yang banyak dipilih oleh beberapa organisasi yang seharusnya menerapkan IFRS. Contohnya adalah Bank Perkreditan Rakyat, lewat Surat Edaran Bank Indonesia no 11/37/DKBU tertanggal 31 Desember 2009 tentang Penggunaaan Standar Akuntansi ETAP bagi Bank Perkreditan Rakyat. Keputusan Menteri Keuangan No 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum pasal 2 ayat 1 menyebutkan BLU menerapkan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia sesuai dengan jenis industrinya (dalam hal ini mengacu pada penerapan PSAK ETAP). Sehingga seluruh rumah sakit dan perguruan tinggi milik pemerintah wajib menerapkan PSAK ETAP. Ketentuan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan menyebutkan Unit PKBL harus menyusun laporan keuangan dan diaudit dengan mengacu pada ketentuan Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh IAI (dalam hal ini juga mengacu pada PSAK ETAP). PSAK ETAP bersama PSAK No 45 (Revisi 2011) juga menjadi acuan pelaporan organisasi nirlaba atau LSM. Namun pengguna utama PSAK ETAP tentu saja adalah UKM. Saat ini diperkirakan ada kurang lebih 16,000 laporan keuangan setiap tahun yang harus diaudit, 400 diantaranya adalah perusahaan publik, berarti selebihnya adalah laporan yang boleh menggunakan PSAK ETAP. Belum lagi laporan yang digunakan untuk kepentingan pelaporan dan pertanggungjawaban yang tidak perlu diaudit, tentu jumlahnya akan sangat banyak. Menurut perkiraan Kementrian UMKM saat ini ada kurang lebih 500,000 UKM yang memiliki badan hukum yang harus membuat laporan keuangan minimal satu tahun sekali untuk kepentingan pelaporan pajak.
III. SOSIALISASI SAK ETAP
Sosialisasi SAK ETAP di kalangan UKM dapat dilakukan oleh pihak terkait dan berkepentingan seperti pihak Kementerian Koperasi dan UKM, organisasi akuntan (IAI) atau pun perguruan tinggi. Bahkan dalam konteks keterlibatan perguruan tinggi, para mahasiswa & alumni khususnya jurusan akuntansi akan dapat diberdayakan untuk membantu penerapan SAK ETAP dikalangan UKM. Sudah barang tentu mahasiswa atau alumni terlebih dulu mengikuti pembekalan program SAK ETAP. Keikutsertaan pihak kampus dalam sosialisasi dan penerapan SAK ETAP sangat relevan dan tepat jika diinjau dari dua hal. Pertama. UKM akan memperoleh dukungan teknis cara menyajikan laporan keuangan secara lebih professional. Kedua, kegiatan ini akan mampu memanfaatkan atau mempekerjakan tenaga-tenaga terdidik sesuai keahliannya secara proporsional, sekaligus dapat menurunkan tingkat/angka pengangguran intelektual di Negara ini yang dari tahun ke tahun kian meningkat. Peluang ini bisa disebut bentuk realisasi tri darma perguruan tinggi yang salah satunnya adalah melakukan pengabdian pada masyarakat. Dengan demikian, civitas akademika baik langsung maupun tidak langsung akan memperoleh pengalaman menarik dan berharga tentang seluk beluk (dinamika) dunia usaha/industri.
Layanan konsultasi yang disediakan pihak perguruan tinggi juga akan mampu mensinergikan dua kepentingan berbeda yakni UKM dan dunia pendidikan. Hasil kerja para konsultan ini dapat dijadikan bahan pertimbangan pihak pimpinan atau pemilik usaha berskala UKM tersebut untuk pengembangan dan konsolidasi usahanya. Pola kerjasama seperti ini layak ditiru dan dapat dijadikan model kerjasama "simbiosis mutualistis" yang saling menguntungkan antara dunia pendidikan (perguruan tinggi) dan dunia usaha (UMKM). Paling tidak ada tiga manfaat yang akan diperoleh dari hasil kerjasama ini yaitu pertama, upaya pemerintah dalam menekan pengangguran di Indonesia dapat terwujud. Kedua, ,anfaat bagi pendidikan adalah kualitas lulusan universitas dapat lebih meningkat serta sesuai dengan kecakapan yang dibutuhkan di dunia kerja, Ketiga, pihak UKM tentu akan memperoleh manfaat pendampingan dalam menumbuhkembangkan manajemen bisnis secara akurat, tertata dan professional.
IV. DAMPAK TERHADAP PERPAJAKAN
Awal-awal tahun 2012 merupakan merupakan hari-hari yang sibuk bagi accounting manager mayoritas perusahaan yang berdomisili di Indonesia. Sampai dengan akhir April 2012 mereka di haruskan mempersiapkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2011. Tentunya sebelum membuat SPT Tahunan PPh, para manager accounting itu harus membuat Laporan Keuangan terlebih dahulu. Benar! Laporan Keuangan adalah dasar pembuatan SPT Tahunan PPh bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Tentunya Laporan Keuangan tersebut harus sudah dilakukan rekonsiliasi fiskal terlebih dahulu.
Tahun pajak 2011 adalah tahun pajak pertama kali bagi mayoritas Wajib Pajak untuk membuat Laporan Keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) yang mulai berlaku efektif per 1 Januari 2010. Mayoritas Wajib Pajak di Indonesia adalah entitas yang masuk dalam kategori ETAP ini, yaitu entitas tanpa akuntabilitas publik yang signifikan.
Meskipun Otoritas Pajak (Direktorat Jenderal Pajak, Kemeterian Keuangan RI) tidak disebutkan dalam SAK ini sebagai pengguna eksternal Laporan Keuangan, namun sejatinya DJP merupakan pengguna ekternal juga dari Laporan Keuangan ini karena seperti dijelaskan di atas, bahwa Laporan Keuangan merupakan dasar pembuatan SPT, dan membuat serta melaporkan SPT merupakan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak.
Bagaimana implikasi perpajakannya? Dalam penjelasan Pasal 28 ayat 7 KUP dinyatakan bahwa “… pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.” Dari sini jelas bahwa jika Wajib Pajak tidak menerapkan salah satu dari tiga standar akuntansi yang ada di Indonesia (SAK Syariah, SAK ETAP atau SAK Non ETAP) maka dianggap bahwa Wajib Pajak tidak mematuhi Pasal 28 KUP. Entitas yang memenuhi persyaratan untuk menerapkan SAK ETAP, harus membuat Laporan Keuangan sebagaimana disyaratkan oleh par 3.12 SAK ETAP yaitu:
- Neraca
- Laporan Laba Rugi
- Laporan Perubahan Ekuitas
- Laporan Arus Kas, dan
- Catatan atas Laporan Keuangan.
Meskipun dalam persyaratan kelengkapan SPT hanya disyaratkan Neraca dan Laporan Laba Rugi, namun sesuai dengan SAK ETAP, seluruh komponen Laporan Keuangan di atas wajib dibuat untuk dapat dinyatakan mematuhi SAK ETAP ini. Jika tidak membuat Laporan Keuangan seperti yang disyaratkan dalam SAK ETAP ini, maka jika Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan, akan dikenakan sanksi kenaikan (bukan lagi sanksi bunga) karena tidak mematuhi Pasal 28 atau the worst case adalah dikenakan sanksi pidana Pasal 39 yaitu tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia sehingga menimbulkan kerugian pada negara. Meskipun Wajib Pajak berkilah sudah melakukan pembukuan namun jika pembukuan yang diselenggarakannya tidak mematuhi Standar Akuntansi Keuangan yang ada maka sanksi perpajakan akan menunggu. Jadi untuk UKM, silakan pilih mana SAK ETAP atau SAK Lainnya?
Referensi :
http://www.bambanghariyanto.com/2012/06/psak-vs-sak-etap.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar