Kamis, 07 April 2016

PPN DAN PPNBM

RMK
PERPAJAKAN 2
PPN DAN PPnBM





OLEH :
ZULFIKAR HUSAIN (A31112322)


UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS EKONOMI
2014



A.    Pengertian PPN dan PPnBM
Pajak pertanbahan nilai atas barang dan jasa adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan barang kena pajak tidak terwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
PPN secara efektif mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 April 1985, walaupun berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Januari 1984.
PPN ditetapkan dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.
Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa tanah, upah kerja, dan laba perusahaan adalah merupakan unsure nilai tambah. Jadi nilai tambah dapat diperoleh dalam kegiatan industri maupun perdagangan, bukan diperoleh dari perubahan bentuk atau sifat barang.
Nilai tambah dapat dirumuskan sebagai hasil penjumlahan unsur-unsur biaya dan laba dalam proses produksi atau distribusi barang atau jasa. Dalam dunia perdagangan nilai tambah dapat diketahui dari pengurangan harga jual dengan harga beli.
Pajak pertambahan nilai ditetapkan untuk mengganti peranan pajak penjualan, karena PPN tidak mengenal pengenaan pajak berganda. Hal ini dikarenakan jumlah PPN yang disetor kepada negara adalah selisih lebih antara PPN yang dipungut PKP dengan PPN yang dibayar ke PKP pada waktu membeli barang atau jasa. Selisih tersebut yang disetor ke kas negara adalah pajak yang dikenakan atas nilai tambah.
Pajak pertambahan nilai yang lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi.  Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen.
Dengan mengenakan PPN atas nilai tambah dari Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diserahkna oleh Pengusaha Kena Pajak maka kekhawatiran timbul efek pengenaan pajak berganda dapat dihindarkan. Adapun yang dimaksud dengan nilai tambah adalah suatu nilai yang merupakan hasil penjumlahan biaya produksi atau distribusi yang meliputi penyusutan, bunga modal, gaji, upah, sewa telepon, listrik serta pengeluaran lainnya dan laba yang diharapkan oleh pengusaha. Secara sederhana, nilai tambah di bidang perdagangan dapat juga diartikan sebagai selisih antara harga jual dengan harga beli barang dagangan.
Pajak penjualan atas barang mewah merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean Indonesia dalam usaha atau pekerjaannya dan impor barang yang tergolong mewah. Sebelum beranjak lebih jauh kita harus terlebih dahulu memahami istilah impor.
Istilah impor didefinisikan dalam UU PPN 1984 adalah semua kegiatan memasukan barang ke dalam daerah pabean. Definisi ini menunjukan bahwa kegiatan memasukan barang dari pelabuhan bebas atau bonded area ke daerah pabean adalah pula termasuk pemgertian impor. Demikian pula kegiatan memasukan barang dari luar negeri ke pelabuhan bebas atau bonded area adalah bukan termasuk pengertian impor. Berarti pula istilah impor adalah semua kegiatan yang memasukan barang dari luar negeri ke daerah Republik Indonesia, kecuali Pelabuhan Bebas.
Namun, sesuai dengan sifat pajak pertambahan nilai sebagai pajak untuk konsumsi dalam negeri maka dari kedua kegiatan tersebut hanya kegiatan impor yang terhutang Pajak Pertambahan Nilai. Terhadap kegiatan ekspor, meskipun pada dasarnya tidak terhutang pajak pertambahan nilai, namun sebagai sarana untuk menopang kegiatan ekspor maka atas ekspor tersebut dikenakan pajak pertambahan nilai dengan tarif 0%, sehingga eksportir yang telah memilih menjadi PKP dapat mengkreditkan pajak masukannya.
Kembali pada bahasan tentang PPnBM. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN. PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu pada saat impor atau pada saat penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha kena pajak pabrikan. Penyerahan berikutnya tidak lagi dikenakan PPnBM. Hal ini membuat PPnBM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya. Dengan demikian pembayaran PPnBM oleh pengusaha kena pajak yang menerima penyerahan atau yang melakukan impor barang kena pajak yang tergolong mewah dapat dimasukan ke dalam harga jual barang tersebut. Dalam hal barang kena pajak yang tergolong mewah diekspor, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali atau direstitusi oleh wajib pajak.
Pengenaan PPnBM atas impor barang kena pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan siapa yang mengimpor barang kena pajak tersebut serta tidak memperhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus-menerus atau hanya sekali saja. Selain itu, pengenaan PPnBM terhadap suatu penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan apakah suatu bagian dari bagian dari barang kena pajak tersebut telah dikenakan atau tidak dikenakan PPnBM pada transaksi sebelumnya.
Dari uraian di atas tampak bahwa walaupun yang membayar PPnBM adalah pengusaha kena pajak yang menerima penyerahan ataupun pihak yang melakukan impor kena pajak yang tergolong mewah sebenarnya pada akhirnya bukan mereka yang menanggung beban pajak tersebut.  Karena PPnBM yang terutang tersebut pada akhirnya dimasukan sebagai unsur biaya yang menambah harga barang maka yang menanggung beban pajak tersebut pada akhirnya adalah konsumen terakhir. Karena pembebanan pajak yang dapat digeserkan kepada pihak lain merupakan cirri dari pajak tidak langsung maka PPnBM mrupakan salah satu jenis pajak tidak langsung yang saat ini diberlakukan di Indonesia.
B.     Karakteristik PPN dan PPnBM
Karakteristik PPN dan PPnBM
Apabila melihat dari pengertian PPN kita bisa menyimpulkan karekteristik dan jiwa PPN adalah sebagai berikut.
1.      Merupakan pajka tidka langsung yang dipungut pada setiap mata rantai jalur perusahaan.
2.      Bersifat netral dan diharapkan tidka menimbulkan efek pajak berganda.
3.      Merupakan pajak konsumsi di dalam negeri.
4.      Mekanisme yang diharapkan sederhana dengan menggunakan tarif tunggal.
5.      Merupakan pajak objektif.
Adapun penjelasan dari karakteristik dan jiwa PPN dan PPnBM yaitu seperti berikut ini.
1.      PPN merupakan pajak tidak langsung.
Konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak berada pada pihak yang berbeda.
Pemikul beban pajak ini secara nyata berkedudukan sebagai pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak. Sedangkan penanggung jawab atas pembayaran pajak adalah pengusaha kena pajak yang bertindak selaku penjual barang kena pajak atau pengusaha kena pajak. Sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau jasa kena pajak.
Sudut pandang yuridis ini membawa konsekuensi filosofi bahwa dalam pajak tidka langsung apabila pembeli atau penerima jasa telah membayar pajak yang terutang kepada penjual atau pengusaha jasa, pada hakikatnya sama dengan telah membayar pajak tersebut kepada kas negara.
2.      PPN sebagai pajak objektif.
Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yaitu adanya keadaan atau peristiwa. Timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan oleh objek pajak. Kondisi subjek pajak tidak menentukan. PPN tidak membedakan antara konsumen berupa orang atau badan, antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan konsumen yang berpenghasilan rendah. Sepanjang mereka mengkonsumsi barang atau jasa dari jenis yang sama, mereka diperlakukan sama.
3.      Multi stage tax.
PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN mulai dari tingkat manufaktur sampai dengan konsumen akhir dikenakan PPN.
4.      PPN terutang dibayar ke kas negara dihitung menggunakan Indirect Substraction Method/ Credit Method/ Invoice Method.
Pajak yang dipungut PKP tidak otomatis wajib dibayar ke kas negara. PPN terutang yang wajib dibayar ke kas negara merupakan hasil perhitungan mengurangkan PPN yang dibayar ke PKP lain (pajak masukan) dengan PPN yang dipungut dari pembeli (pajak keluaran). Pola ini dinamakan Indirect Substraction Method.
Pajak yang dikurangkan dengan pajak untuk memperoleh jumlah pajak yang akan dibaya ke kas negara dinamakan Tax Credit. Maka pola ini juga dinamakan Credit Method.
Untuk mendeteksi jumlah kebenaran jumlah pajak masukan dan pajak keluaran yang terlibat dalam mekanisme ini dibutuhkan suatu dokumen penunjang sebagai alat bukti, dokumen tersebut adalah faktur pajak sehingga metode ini juga dinamakan metode faktur.
5.      PPN adalah pajak atas konsumsi  umum dalam negeri.
PPN hanya dikenakan atas konsumsi barang kena pajak dan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam negeri.
6.      PPN bersifat netral.
Netralitas PPN dibentuk oleh faktor PPN dikenakan atas konsumsi barang dan jasa, serta faktor dalam pemungutannya PPN menganut prinsip tempat tujuan.
Prinsip tempat tujuan PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi.komoditi impor akan menanggung beban pajak yang sama denga produksi barang dalam negeri. Kompetisi antara produk impor dnegan produk domestic tidka dipengaruhi oleh PPN.
7.      Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak berganda.
PPN dipungut atas nilai tambah saja. PPN yang dibayar kepada pemasok pada mata rantai sebelumnya dapat diperhitungkan dengan PPN yang dipungut dari mata rantai jalur distribusi berikutnya.
Mekanisme Pemungutan PPN dan PPnBM di Indonesia
Terkait dengan mekanisme pemungutan pajak ini ada tiga konsep yang harus dipahami terlebih dulu, yaitu:
1.      Pajak Keluaran adalah Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, atau ekspor BKP.
2.      Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan atau penerimaan JKP dan atau pemanfaatan BKP tidak terwujud dari luar daerah pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan atau impor BKP.
3.      Faktru Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP, atau bukti pungutan pajak kena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJCB).
Mekanisme pemungutan PPN dan PPnBM ini mencakup dua hal yaitu pengkreditan pajak  masukan dan restitusi.
1.      Pengkreditan Pajak Masukan.
Pajak masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan denga pajak keluaran untuk masa pajak yang sama (Pasal 9 ayat (2) UU PPN). Apabila ketentuan tersebut tidak dapat dilakukan, misalnya faktur  pajak standar terlambat diterima dari pemasoknya, maka pajak masukan belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama. Dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang:
a.       Pajak masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau tidak dikapitalisasikan ke dalam harga perolehan BKP atau JKP yang bersangkutan, dan;
b.      Belum dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat (9) dan Pasal 9 ayat (8) huruf (i) UU PPN).
Meskipun jangka waktu tiga bulan setelah berakhirnya tahun buku tersebut telah terlampaui, pengkreditan pajak masukan tersebut masih dapat dilakukan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam jangka waktu dua tahun sesudah berakhirnya masa pajak.
2.      Restitusi.
Sedangkan dalam mekanisme restitusi PPN dan atau PPnBM , mulai tahun 2001 PKP boleh mengajukan permohonan restitusi pada setiap masa pajak. Mekanisme restitusi PPN dan/atau PPnBM adalah sebagai berikut.
a.       Permohona restitusi disampaikan kepada Kepala KPP di tempat PKP dikukuhkan.
b.      Permohonan restitusi ditentukan satu permohonan untuk satu masa pajak.
c.       Permohonan restitusi dengan cara mengisi kolo yang tersedia dalam SPT Masa PPN atau dengan surat tersendiri (PPnBM atau atas kelebihan pembayaran pajak karena pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang) dan dilampiri faktur pajak masukan dan faktur pajak keluaran, untuk impor BKP harus ada pemberithuan impor barang, surat setoran pajak atau bukti pungutan pajak dari DJCB, laporan pemeriksaan surveyor (LPS), untuk ekspor BKP dilampirkan pemberitahuan ekspor barang (PEB), Bill of Lading atau Airway Bill dan wesel ekspor. Dalam hal penyerahan BKP atau JKP kepada pemungut PPN, dilampirkan kontrak surat perintah kerja dan suat setoran pajak. Sedangkan dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi Masa Pajak sebelumnya, maka yang dilampirkan meliputi seluruh dokumen yang berkenaan dengan kelebihan pembayaran PPN Masa Pajak yang bersangkutan.

C.    Subjek dan Objek PPN dan PPnBM
Objek Pajak pada PPN dan PPnBM
Sesuai deng pasal 4 UU PPN dan PPnBM yang menjadi objek pajak pada PPN adalah:
1.      Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut ini.
a.       Barang berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak.
b.      Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak tidak berwujud.
c.       Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean.
d.      Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2.      Impor barang kena pajak.
3.      Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
4.      Pemanafaatan barang kean pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
5.      Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
6.      Ekspor barang kean pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak.
7.      Ekspor barang kena pajak tidka berwujud oleh pengusaha kena pajak.
8.      Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Sesuai dengan Pasal 5 UU PPN dan PPnBM yang menjadi objek PPnBM adalah sebagaimana di bawah ini.
1.      Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.      Impor barang kena pajak yang tergolong mewah.
Sesuai dengan memori penjelasan Pasal 5 ayai (1) UU PPN dan PPnBM, yang dimaksud dengan barang kena pajak yang tergolong mewah adalah:
1.      Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
2.      Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
3.      Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
4.      Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukan status.
Sebagaimana telah disebutkan di atas. Salah satu objek PPnBM adalah penyerahan barnag kean pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah.
Subjek Pajak pada PPN dan PPnBM
Dalam hukum pajak Indonesia, tidak semua undang-undang pajak memuat secara tegas siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajal. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-undang PPN dan PPnBM serta Undang-undang Bea Materai. Pada UU PPN dan PPnBM tidak diatur sama sekali siapa yang menjadi subjek pajak. Walaupun demikian bila memperhatikan mekanisme pengenaan dan pemungutan PPN dan PPnBM, maka dapat disimpulkan adanya destinaris pajak (pihak yang dituju oleh undang-undang pajak untuk menanggung beban akhir pajak). Destinaris pajak tersebut adalah konsumen akhir. Destinaris pajak ini dapat dikatakan mirip dengan subjek pajak, yaitu siapa yang akan dikenakan pajak dan menanggung pajak tersebut.
Seperti halnya penyebutan subjek pajak, pada Undang-undang PPN dan PPnBM tidak disebutkan secara tersurat siapa yang menjadi wajib pajak. Tetapi dengan memperhatikan tata cara pengenaan dan pemungutan PPN maka dapat dikatakan yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha kena pajak yang menyeahkan barang dan jasa  kena pajak kepada pengusaha kena pajak tingkat lanjutan maupun langsung kepada konsumen akhir. Sedangkan PPnBM, yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah ataupun melakukan impor barang kena pajak yang tergolong mewah.
Secara singkat, subjek pajak pada PPN, adalah pengusaha (Pasal 1 angka 14 UU PPN), yaitu orang-orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
D.    Perhitungan PPN dan PPnBM
Tarif PPN adalah 10% sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%. Berikut adalah contoh soal yang berkenaan dengan PPN.
1.      Pada bulan Juli 2009 Pengusaha Kena Pajak QQ melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak  Ichasenilai Rp 75.000.000,- (Eksklusif Pajak Pertambahan Nilai). Dalam bulan yang sama Pengusaha Kena Pajak QQ membeli barang kena pajak dari pengusaha Rizky senilai Rp 50.000.000,-. Hitunglah PPN-K dan PPN-M atas transaksi tersebut.
Jawab:
Bagi pengusaha kena pajak QQ
Pajak Keluaran:
10% x Rp 75.000.000,- = Rp 7.500.000,- (sebagai pajak masukan bagi B)
Pajak Masukan:
10% x Rp 50.000.000,- = Rp 5.000.000,-

2.      Harga jual kendaraan bermotor Rp 500.000.000,- (termasuk PPN 10% dan PPnBM 20%). Uang muka diterima pada tanggal 10 Agustus 2009 sebesar Rp 200.000.000,-
Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2009 dengan kekurangan bayar sebesar Rp 300.000.000,-
Jawab:
PPN dan PPnBM teutang dan harus dipungut:
a.       Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2009 PPN yang terutang= 10/30 x 200.000.000,- = Rp 14.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2009. PPnBM yang terutang 20/30 x Rp 200.000.000,- = 30.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPnBM bulan Agustus 2009.
b.      PPN yang terutang = 10/30 x Rp 300.000.000,- = Rp 21.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan September 2009.PPnBM yang terutang 20/130 x Rp 300.000.000,- = Rp 45.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPnBM bulan Agustus 2009.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar