Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas (Migas) telah berpuluh tahun hingga kini masih merupakan
salah satu tulang punggung dan menjadi salah satu sektor penyumbang
besar dalam struktur Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) kita.
Menurut Kementerian ESDM, selama 10 tahun terakhir, industri ini
rata-rata memberikan kontribusi penerimaan APBN sebesar 25% yang
digunakan untuk membiayai bermacam kegiatan dan program pemerintah
termasuk belanja pegawai, pembangunan infrastruktur kepentingan publik.
Data Kementerian ESDM menunjukan sejak Januari hingga April 2014,
diperkirakan sebesar Rp 86,56 Triliun telah diterima negara dari sektor
migas dengan target penerimaan negara pada 2014 sebesar Rp 286,03 T.
Target penerimaan migas tahun ini sedikit lebih tinggi dibandingkan
target pada 2013 sebesar Rp 267,12 T. Namun, realisasi penerimaan migas
pada 2013 bisa melebihi target yaitu Rp 305,57 T. Kendati target
penerimaan dari sektor Migas pada 2014 meningkat dibandingkan 2013,
tetapi target investasi di sektor tersebut justru menurun. Mengenai
investasi Migas pemerintah menargetkan sebesar US$ 25,44 miliar
sedangkan hingga April 2014 baru mencapai US$ 6,88 miliar. Jadi target
investasi migas tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu yaitu
sebesar US$ 27,20 miliar sedangkan realisasinya mencapai US$ 19,34
miliar.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/husendro/mari-kita-bereskan-permasalahan-kegiatan-hulu-migas-pak-jokowi-jk_54f68b12a333117d028b50a1
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/husendro/mari-kita-bereskan-permasalahan-kegiatan-hulu-migas-pak-jokowi-jk_54f68b12a333117d028b50a1
Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas (Migas) telah berpuluh tahun hingga kini masih merupakan
salah satu tulang punggung dan menjadi salah satu sektor penyumbang
besar dalam struktur Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) kita.
Menurut Kementerian ESDM, selama 10 tahun terakhir, industri ini
rata-rata memberikan kontribusi penerimaan APBN sebesar 25% yang
digunakan untuk membiayai bermacam kegiatan dan program pemerintah
termasuk belanja pegawai, pembangunan infrastruktur kepentingan publik.
Data Kementerian ESDM menunjukan sejak Januari hingga April 2014,
diperkirakan sebesar Rp 86,56 Triliun telah diterima negara dari sektor
migas dengan target penerimaan negara pada 2014 sebesar Rp 286,03 T.
Target penerimaan migas tahun ini sedikit lebih tinggi dibandingkan
target pada 2013 sebesar Rp 267,12 T. Namun, realisasi penerimaan migas
pada 2013 bisa melebihi target yaitu Rp 305,57 T. Kendati target
penerimaan dari sektor Migas pada 2014 meningkat dibandingkan 2013,
tetapi target investasi di sektor tersebut justru menurun. Mengenai
investasi Migas pemerintah menargetkan sebesar US$ 25,44 miliar
sedangkan hingga April 2014 baru mencapai US$ 6,88 miliar. Jadi target
investasi migas tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu yaitu
sebesar US$ 27,20 miliar sedangkan realisasinya mencapai US$ 19,34
miliar.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/husendro/mari-kita-bereskan-permasalahan-kegiatan-hulu-migas-pak-jokowi-jk_54f68b12a333117d028b50a1
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/husendro/mari-kita-bereskan-permasalahan-kegiatan-hulu-migas-pak-jokowi-jk_54f68b12a333117d028b50a1
Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas (Migas) telah berpuluh tahun hingga kini masih merupakan
salah satu tulang punggung dan menjadi salah satu sektor penyumbang
besar dalam struktur Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) kita.
Menurut Kementerian ESDM, selama 10 tahun terakhir, industri ini
rata-rata memberikan kontribusi penerimaan APBN sebesar 25% yang
digunakan untuk membiayai bermacam kegiatan dan program pemerintah
termasuk belanja pegawai, pembangunan infrastruktur kepentingan publik.
Data Kementerian ESDM menunjukan sejak Januari hingga April 2014,
diperkirakan sebesar Rp 86,56 Triliun telah diterima negara dari sektor
migas dengan target penerimaan negara pada 2014 sebesar Rp 286,03 T.
Target penerimaan migas tahun ini sedikit lebih tinggi dibandingkan
target pada 2013 sebesar Rp 267,12 T. Namun, realisasi penerimaan migas
pada 2013 bisa melebihi target yaitu Rp 305,57 T. Kendati target
penerimaan dari sektor Migas pada 2014 meningkat dibandingkan 2013,
tetapi target investasi di sektor tersebut justru menurun. Mengenai
investasi Migas pemerintah menargetkan sebesar US$ 25,44 miliar
sedangkan hingga April 2014 baru mencapai US$ 6,88 miliar. Jadi target
investasi migas tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu yaitu
sebesar US$ 27,20 miliar sedangkan realisasinya mencapai US$ 19,34
miliar.
Sedangkan disisi produksi terjadi penurunan yang disebabkan oleh
penurunan produksi secara alamiah dari lapangan-lapangan minyak tua,
sulitnya pengadaan tanah untuk lokasi sumur-sumur baru, sulitnya
perijinan kegiatan eksplorasi, maraknya permasalahan sosial
kemasyarakatan, dll. Sementara itu konsumsi dalam negeri meningkat
terus, untuk itu perlu terus untuk diperhatikan berbagai langkah untuk
menjamin kelangsungan produksi dan menghemat penggunaan Bahan Bakar
Minyak (BBM). Saat ini, realisasi lifting minyak bumi selama periode
Desember 2013-Maret 2014 baru mencapai sekitar 797 ribu barel per hari
(BPH). Sasaran lifting minyak yang dalam APBN 2014 ditetapkan sebesar
870 ribu BPH diperkirakan hanya akan terealisasi sebesar 818 ribu BPH.
Begitupun dengan lifting gas mengalami penurunan, selama periode
Desember 2013 sampai dengan Maret 2014, realisasi lifting gas bumi
mencapai 1.301 ribu barel per hari setara minyak per hari (BOEPD) dan
lifting gas diperkirakan mencapai 1.224 ribu BOEPD lebih rendah
dibandingkan dengan asumsi lifting gas bumi pada APBN tahun 2014 yang
ditetapkan sebesar 1.240 ribu BOEPD. Sebagai gambaran terkini, pada
Maret 2014, produksi minyak hanya mencapai 804 BPH dan terus menurun
pada Juli 2014 telah menyentuh angka 796.500 BPH. Akibat Lifting migas
yang rendah ini tidak bisa dipungkiri telah menyebabkan defisit pada
anggaran negara, disisi lain dalam APBN-P tekanan nilai tukar rupiah
diprediksi naik mencapai 10,2 persen. Tentunya akan semakin memperburuk
struktur anggaran dan mengganggu keuangan negara karena importasi minyak
masih yang masih cukup tinggi selama ini serta akan berdampak pada
program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat berikut pelayanan
publiknya.
Kondisi lifting yang seperti ini tentu sangat mengkuatirkan apalagi
membaca outlook SKK Migas 2015 hingga 2050. Dimana produksi minyak
diperkirakan paling tinggi hanya terjadi pada 2016 yang mencapai 905.000
BPH. Setelah itu jumlahnya terus turun. Pada 2018 hanya 764.000 BPH,
2019 hanya 710.000 BPH, pada 2025 hanya 453.000 BPH, dan 2050 menjadi
332.000 BPH. Kondisi ini akan terjadi dengan catatan, jika Indonesia
tidak menemukan cadangan minyak baru atau lapangan minyak baru dan
menyelesaikan hambatan dan tantangan yang terkait dengan kegiatan untuk
menemukan cadangan minyak atau lapangan baru tersebut. Saat ini, terjadi
penurunan produksi minyak secara alami mencapai 15-20% per tahun;
dengan pembersihan sumur, perawatan sumur dan pengerjaan lainnya
penurunan produksi minyak dapat ditekan hanya mencapai 5% per tahun.
Tantangan dan hambatan produksi migas inilah yang menjadi pekerjaan
rumah terbesar Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk periode
2014-2019, yakni Joko Widodo dan M Jusuf Kalla (catatan: berdasarkan
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 535/Kpts/KPU/Tahun 2014 tertanggal
22 Juli 2014, dimana saat ini pasangan Prabowo-Hatta sedang mengajukan
permohonan PHPU di Mahkamah Konstitusi) untuk “membereskan” segala
permasalahan produksi migas ini didukung para praktisi dan pemerhati
Migas.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/husendro/mari-kita-bereskan-permasalahan-kegiatan-hulu-migas-pak-jokowi-jk_54f68b12a333117d028b50a1
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/husendro/mari-kita-bereskan-permasalahan-kegiatan-hulu-migas-pak-jokowi-jk_54f68b12a333117d028b50a1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar