Selasa, 01 Desember 2015

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (Migas) telah berpuluh tahun hingga kini masih merupakan salah satu tulang punggung dan menjadi salah satu sektor penyumbang besar dalam struktur Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) kita. Menurut Kementerian ESDM, selama 10 tahun terakhir, industri ini rata-rata memberikan kontribusi penerimaan APBN sebesar 25% yang digunakan untuk membiayai bermacam kegiatan dan program pemerintah termasuk belanja pegawai, pembangunan infrastruktur kepentingan publik. Data Kementerian ESDM menunjukan sejak Januari hingga April 2014, diperkirakan sebesar Rp 86,56 Triliun telah diterima negara dari sektor migas dengan target penerimaan negara pada 2014 sebesar Rp 286,03 T. Target penerimaan migas tahun ini sedikit lebih tinggi dibandingkan target pada 2013 sebesar Rp 267,12 T. Namun, realisasi penerimaan migas pada 2013 bisa melebihi target yaitu Rp 305,57 T. Kendati target penerimaan dari sektor Migas pada 2014 meningkat dibandingkan 2013, tetapi target investasi di sektor tersebut justru menurun. Mengenai investasi Migas pemerintah menargetkan sebesar US$ 25,44 miliar sedangkan hingga April 2014 baru mencapai US$ 6,88 miliar. Jadi target investasi migas tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu yaitu sebesar US$ 27,20 miliar sedangkan realisasinya mencapai US$ 19,34 miliar.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/husendro/mari-kita-bereskan-permasalahan-kegiatan-hulu-migas-pak-jokowi-jk_54f68b12a333117d028b50a1
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (Migas) telah berpuluh tahun hingga kini masih merupakan salah satu tulang punggung dan menjadi salah satu sektor penyumbang besar dalam struktur Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) kita. Menurut Kementerian ESDM, selama 10 tahun terakhir, industri ini rata-rata memberikan kontribusi penerimaan APBN sebesar 25% yang digunakan untuk membiayai bermacam kegiatan dan program pemerintah termasuk belanja pegawai, pembangunan infrastruktur kepentingan publik. Data Kementerian ESDM menunjukan sejak Januari hingga April 2014, diperkirakan sebesar Rp 86,56 Triliun telah diterima negara dari sektor migas dengan target penerimaan negara pada 2014 sebesar Rp 286,03 T. Target penerimaan migas tahun ini sedikit lebih tinggi dibandingkan target pada 2013 sebesar Rp 267,12 T. Namun, realisasi penerimaan migas pada 2013 bisa melebihi target yaitu Rp 305,57 T. Kendati target penerimaan dari sektor Migas pada 2014 meningkat dibandingkan 2013, tetapi target investasi di sektor tersebut justru menurun. Mengenai investasi Migas pemerintah menargetkan sebesar US$ 25,44 miliar sedangkan hingga April 2014 baru mencapai US$ 6,88 miliar. Jadi target investasi migas tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu yaitu sebesar US$ 27,20 miliar sedangkan realisasinya mencapai US$ 19,34 miliar.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/husendro/mari-kita-bereskan-permasalahan-kegiatan-hulu-migas-pak-jokowi-jk_54f68b12a333117d028b50a1
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (Migas) telah berpuluh tahun hingga kini masih merupakan salah satu tulang punggung dan menjadi salah satu sektor penyumbang besar dalam struktur Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) kita. Menurut Kementerian ESDM, selama 10 tahun terakhir, industri ini rata-rata memberikan kontribusi penerimaan APBN sebesar 25% yang digunakan untuk membiayai bermacam kegiatan dan program pemerintah termasuk belanja pegawai, pembangunan infrastruktur kepentingan publik. Data Kementerian ESDM menunjukan sejak Januari hingga April 2014, diperkirakan sebesar Rp 86,56 Triliun telah diterima negara dari sektor migas dengan target penerimaan negara pada 2014 sebesar Rp 286,03 T. Target penerimaan migas tahun ini sedikit lebih tinggi dibandingkan target pada 2013 sebesar Rp 267,12 T. Namun, realisasi penerimaan migas pada 2013 bisa melebihi target yaitu Rp 305,57 T. Kendati target penerimaan dari sektor Migas pada 2014 meningkat dibandingkan 2013, tetapi target investasi di sektor tersebut justru menurun. Mengenai investasi Migas pemerintah menargetkan sebesar US$ 25,44 miliar sedangkan hingga April 2014 baru mencapai US$ 6,88 miliar. Jadi target investasi migas tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu yaitu sebesar US$ 27,20 miliar sedangkan realisasinya mencapai US$ 19,34 miliar. Sedangkan disisi produksi terjadi penurunan yang disebabkan oleh penurunan produksi secara alamiah dari lapangan-lapangan minyak tua, sulitnya pengadaan tanah untuk lokasi sumur-sumur baru, sulitnya perijinan kegiatan eksplorasi, maraknya permasalahan sosial kemasyarakatan, dll. Sementara itu konsumsi dalam negeri meningkat terus, untuk itu perlu terus untuk diperhatikan berbagai langkah untuk menjamin kelangsungan produksi dan menghemat penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Saat ini, realisasi lifting minyak bumi selama periode Desember 2013-Maret 2014 baru mencapai sekitar 797 ribu barel per hari (BPH). Sasaran lifting minyak yang dalam APBN 2014 ditetapkan sebesar 870 ribu BPH diperkirakan hanya akan terealisasi sebesar 818 ribu BPH. Begitupun dengan lifting gas mengalami penurunan, selama periode Desember 2013 sampai dengan Maret 2014, realisasi lifting gas bumi mencapai 1.301 ribu barel per hari setara minyak per hari (BOEPD) dan lifting gas diperkirakan mencapai 1.224 ribu BOEPD lebih rendah dibandingkan dengan asumsi lifting gas bumi pada APBN tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 1.240 ribu BOEPD. Sebagai gambaran terkini, pada Maret 2014, produksi minyak hanya mencapai 804 BPH dan terus menurun pada Juli 2014 telah menyentuh angka 796.500 BPH. Akibat Lifting migas yang rendah ini tidak bisa dipungkiri telah menyebabkan defisit pada anggaran negara, disisi lain dalam APBN-P tekanan nilai tukar rupiah diprediksi naik mencapai 10,2 persen. Tentunya akan semakin memperburuk struktur anggaran dan mengganggu keuangan negara karena importasi minyak masih yang masih cukup tinggi selama ini serta akan berdampak pada program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat berikut pelayanan publiknya. Kondisi lifting yang seperti ini tentu sangat mengkuatirkan apalagi membaca outlook SKK Migas 2015 hingga 2050. Dimana produksi minyak diperkirakan paling tinggi hanya terjadi pada 2016 yang mencapai 905.000 BPH. Setelah itu jumlahnya terus turun. Pada 2018 hanya 764.000 BPH, 2019 hanya 710.000 BPH, pada 2025 hanya 453.000 BPH, dan 2050 menjadi 332.000 BPH. Kondisi ini akan terjadi dengan catatan, jika Indonesia tidak menemukan cadangan minyak baru atau lapangan minyak baru dan menyelesaikan hambatan dan tantangan yang terkait dengan kegiatan untuk menemukan cadangan minyak atau lapangan baru tersebut. Saat ini, terjadi penurunan produksi minyak secara alami mencapai 15-20% per tahun; dengan pembersihan sumur, perawatan sumur dan pengerjaan lainnya penurunan produksi minyak dapat ditekan hanya mencapai 5% per tahun. Tantangan dan hambatan produksi migas inilah yang menjadi pekerjaan rumah terbesar Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk periode 2014-2019, yakni Joko Widodo dan M Jusuf Kalla (catatan: berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 535/Kpts/KPU/Tahun 2014 tertanggal 22 Juli 2014, dimana saat ini pasangan Prabowo-Hatta sedang mengajukan permohonan PHPU di Mahkamah Konstitusi) untuk “membereskan” segala permasalahan produksi migas ini didukung para praktisi dan pemerhati Migas.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/husendro/mari-kita-bereskan-permasalahan-kegiatan-hulu-migas-pak-jokowi-jk_54f68b12a333117d028b50a1